Monday, July 29, 2013

BEBERAPA PROBLEMATIKA IMPLEMENTASI PRINSIP RAHASIA BANK DALAM DUNIA PERBANKAN INDONESIA




Pendahuluan
Dalam dunia perbankan terdapat salah satu prinsip yang cukup penting dalam pelaksanaan suatu kegiatan perbankan. Prinsip tersebut adalah prinsip rahasia bank. Prinsip rahasia bank bukan merupakan prinsip baru dalam dunia perbankan. Prinsip ini sama tuanya dengan keberadaan perbankan itu sendiri. Sebagai misal, adanya pengaturan masalah rahasia bank dibidang keuangan dalam KUHPerdata Jerman serta di kota-kota Italia bagian utara.

Secara yuridis formal (hukum positif Indonesia), prinsip rahasia bank ini diatur dalam Pasal 40 UU No. 7 Tahun 1992 jo. UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Berdasarkan Pasal 1 angka 28 UU No. 10 Tahun 1998 menyatakan bahwa rahasia bank ialah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.

Sebelum diatur dalam kedua Undang-undang tersebut, terlebih dahulu prinsip tersebut telah diatur dalam UU No. 23 Prp 1960 tentang Rahasia Bank dan UU No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan.

Layaknya beberapa prinsip perbankan lainnya, relevansi prinsip perbankan dalam implementasinya berkaitan dengan dunia perbankan memang tidak selalu berjalan dengan mulus. Pertentangan antara das solen dan das sein merupakan suatu hal yang lumrah dalam suatu penerapannya tersebut. Berikut beberapa problematika eksistensi prinsip perbankan dalam dunia perbankan:

Apakah Prinsip Rahasia Bank Berlaku terhadap Mantan Nasabah?
Di dalam praktek perbankan atau praktek bisnis, sangat lazim seorang nasabah berpindah-pindah atau berganti-ganti bank, seperti juga adalah lazim seorang nasabah mempunyai simpanan pada beberapa bank. Sehingga timbul pertanyaan dibenak kita, apakah bank masih terikat terhadap kewajiban prinsip rahasia bank setelah nasabahnya tidak lagi menjadi nasabah bank yang bersangkutan? Berkenaan dengan hal tersebut, ternyata UU No. 7 Tahun 1992 maupun UU No. 10 Tahun 1998 sama sekali tidak diatur baik itu secara umum ataupu khusus.

Namun, mengingat tujuan dari diadakannya ketentuan mengenai kewajiban rahasia bank, adalah untuk menjaga kerahasiaan dari si nasabah penyimpan maka sebaiknya undang-undang perbankan Indonesia menentukan kewajiban rahasia bank tetap diberlakukan sekalipun nasabah yang bersangkutan telah tidak lagi menjadi nasabah bank yang bersangkutan. Sehingga dengan demikian kerahasiaan tersebut memang dapat terjaga secara efektif walaupun si nasabah tersebut sudah tidak lagi menjadi nasabah di bank yang bersangkutan.

Apakah Prinsip Rahasia Bank Berlaku Terhadap Mantan Pegawai Bank?
Seorang pegawai bank, ada kemungkinan tak selamanya menjadi pegawai bank tersebut, bisa karena telah tiba masa pensiun, keluar dan menjadi pegawai di perusahaan lain, meninggal dan sebagainya. Pada krisis moneter, banyak pegawai bank yang terkena PHK karena bank-nya terkena likuidasi.

Pertanyaan yang muncul, apakah mantan pegawai bank masih tetap terkena oleh kewajiban memegang teguh rahasia bank yang menjadi kewajibannya sewaktu yang bersangkutan masih menjadi pegawai aktif di bank yang bersangkutan? Ternyata Undang-undang no.7/1992 maupun Undang-undang no.10/1998 tak mengaturnya.

Beberapa negara menentukan bahwa mantan pengurus dan pegawai bank terikat oleh kewajiban rahasia bank. Ada yang menentukan keterikatannya itu berakhir setelah beberapa tahun sejak saat yang bersangkutan berhenti sebagai pengurus atau pegawai bank, ada pula yang menentukan kewajiban tersebut melekat terus sampai seumur hidup.

Dengan demikian, terhadap mantan pegawai bank yang sudah tidak lagi bekerja pada bank yang bersangkutan maka berlaku juga prinsip kerahasaiaan tersebut. Hal tersebut tidak lain adalah untuk melindungi kepentingan dari bank itu sendiri ataupun nasabah penyimpan. Karena mungkin saja mantan pegawai tersebut memiliki motif dan itikad tidak baik (te kwader trouw-in bad faith) untuk mebocorkan rahasia identitias dan simpanan si nasabah kepada bank lain.

Apakah Prinsip Rahasia Bank berlaku Terhadap Kredit Macet?
Terdapat perbedaan pendapat diantara para sarjana tentang apakah kredit dari seorang nasabah termasuk dalam ruang lingkup rahasia bank sehingga tidak boleh dibuka oleh bank yang bersangkutan. Dalam hal ini, Undang-Undang Perbankan yang lama, yaitu UU No. 7 Tahun 1992 tidak memberikan indikasi apa-apa tentang hal ini.

Namun, dengan dikeluarkannya Undang-Undang Perbankan yang baru, yaitu UU No. 10 Tahun 1998, dengan tegas ditentukan bahwa yang termasuk ke dalm kategori rahasia bank hanyalah informasi mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya itu. Jadi informasi mengenai nasabah debitur atau kreditur tidak tergolong ke dalam kategori rahasia bank tersebut (lihat Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bank dapat saja memberikan keterangan kepada khalayak banyak mengenai informasi dari debitur berkenaan dengan kredit macet-nya tersebut.

Siapa Saja Pihak-pihak yang Berkewajiban Untuk Memegang Teguh Prinsip Rahasia Bank?
Telah dijelaskan diatas bahwa rahasia bank harus tetap menjadi tanggung jawab pihak bank untuk tidak membocorkannya kepada pihak lain, walaupun ada beberapa alasan pengecualian prinsip tersebut [baca Pasal 41, 41A, 42, 43, 44, 44A ayat (1), dan 44 ayat (2) UU No. 10 Tahun 1998]
Adapun pihak-pihak secara eksplisit yang berkewajiban untuk memegang teguh prinsip rahasia bank berdasarkan Pasal 40 jo. Pasal 47 UU No. 10 Tahun 1998, antara lain:
-          Anggota Dewan Komisaris Bank;
-          Anggota Direksi Bank;
-          Pegawai Bank; serta
-          Pihak Terafiliasi Lainnya dari Bank (baca Pasal 1 angka 22 UU No. 10 tahun 1998)
 
Apakah Pengecualian Prinsip Rahasia Bank Juga Berlaku Terhadap Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)?
Pengecualian prinsip rahasia bank yang telah ditentukan dalam Undang-undang Perbankan tidak berlaku terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang secara yuridis diberikan kewanangan dalam membuka rahasia bank. Kewenangan tersebut didasarkan pada Surat Mahkamah Agung No. KMA/694/R.45/XII/2004 perihal pertimbangan hukum atas pelakasanaan kewenangan KPK terkait dengan ketentuan rahasia bank yang merupakan jawaban atas Surat Gubernur Bank Indonesia No. 6/2/GBI/DHk/Rahasia.

Dalam Surat Keputusan dari Mahkamah agung tersebut, memuat penegasan hukum bahwa Pasal 12 UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK merupakan ketentuan khusus (lex specialis) yang memberikan kewenangan kepada KPK dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Misalnya, dalam hal menyelidiki rekening nasabah yang diduga sebagai hasil kejahatan (money laundering).

Atas dasar tersebut, maka prosedur izin membuka rahasia bank sebagaiamana diatur dalam pasal 29 ayat (2) dan ayat (3) UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 42 UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 menjadi tidak berlaku bagi KPK.

Kesimpulan
Ketentuan mengenai rahasia bank ini merupakan suatu hal yang sangat penting peranannya bagi nasabah penyimpan maupun bank itu sendiri. Beberapa fakta problematika yang terjadi dalam penerapannya, merupakan suatu hal yang lumrah dan wajar yang terjadi. Secara tidak disadari akan menjadi bagian dari suatu proses perbankan itu sendiri kedepannya.

 Palembang, April 2010
M. Alvi Syahrin

No comments:

Post a Comment