Monday, July 22, 2013

KONSEP ANALOGI DALAM FILSAFAT ILMU



ANALOGI ANTISIPASI:
- Angka 8 (delapan) dianggap sebagai kesempurnan dari siklus kehidupan manusia (Numerik – Sosial Budaya)
Maksudnya: bahwa angka 8 (delapan) memiliki garis melingkar dan tak putus. Garis yang demikian, dianalogikan dengan kesempurnaan hidup manusia yang terus mengalami proses pendewasaan menuju kesempurnaan.

- Dunia tak selebar daun kelor (Spasial – Biotik)
Maksudnya: Walaupun kehidupan manusia di dunia cenderung sempit, dan tidak tertutup kemungkinan akan bertemu kembali satu sama lain, tapi percayalah dunia cukup luas untuk diarungi. Ia tidak sesempit yang kita bayangkan. Oleh karenanya, dunia tidak diibaratkan seperti daun kelor yang kecil.

- Motor ini berkekuatan 100 kali tenaga kuda (Kinematik – Biotik)
Maksudnya: Motor yang kuat dan memiliki kecepatan yang tinggi, acap kali disamakan dengan tenaga kuda yang juga memiliki kecepatan dan kekuatan yang tangguh.

- Karena kecerdasannya, lumba-lumba memiliki kemampuan intelektual setara dengan manusia (Biotik – Sosial Budaya)
Maksudnya: Berdasarkan penelitian para ahli, menjelaskan bahwa otak lumba-lumba memiliki tingkat kecerdasan di atas fauna lainnya. Oleh karenanya tidak berelebihan bila hal ini disamakan dengan tingkat kecerdasan dari seorang manusia sebagai mahluk yang memiliki akal.

- Colloseum merupakan simbol keagungan peradaban romawi kuno (Spasial – Sosial Budaya)
Maksudnya: Colloeseum merupakan bangunan yang terdapat di negara Italia. Pada masanya, bangunan ini menjadi saksi sejarah peradaban romawi kuno. Baik itu dalam pembangunannya, penggunaannya, dan sejarahnya. Sehingga tidak berlebihan apabila Colloseum menjadi simbol kejayaan peradaban romawi kuno hingga sekarang.

ANALOGI RETROSIPASI:
- Hukum adalah rambu-rambu lalu lintas [Hukum (Sosial Budaya) – Spasial]
Maksudnya: Banyak definisi tentang hukum. Salah satunya hukum adalah rambu-rambu lalu lintas. Hukum dimaknai demikian, karena berlakunya hukum sifatnya tentatif. Ia dianalogikan sebagai rambu-rambu lalu lintas, karena hukum dijumpai dalam konteks penegakan hukum di jalan raya.

- Tegakkanlah hukum, walau langit runtuh [Hukum (Sosial Budaya) – Spasial]
Maksudnya: Kalimat ini merupakan adagium dari zaman romawi kuno. Ia mengandaikan penegakan hukum haruslah ekstrim, radiks, dan tak pandang bulu. Idealisme penegakan hukum inilah yang menjadi tolak ukur timbulnya kalimat ini. Tegakkanlah hukum, walau langit runtuh. Tentunya ini hanya kiasan, betapapun hukum harus ditegakkan, walau banyak cobaan yang menghadang.

- Manusia bagaikan seonggok daging yang hina (Sosial Budaya – Biotik)
Maksudnya: Kalimat ini merupakan penggalan dari syair lagu Raja Dangdut, Rhoma Irama. Ia menyamakan manusia dengan seonggok daging yang hina. Tidak berlebihan memang. Manusia dapat menjadi makhluk yang hina di mata manusia sendiri atapun di hadapan sang Pencipta, bila ia tidak dapat bersikap layaknya manusia seharusnya (d.k.l binatang).

- Air susu dibalas dengan air tuba (Sosial Budaya – Spasial)
Maksudnya: Ini merupakan kalimat kuno yang sering kita jumpai di kala kecil. Bagi anak-anak yang durhaka terhadap orang tuanya, terutama ibu, diibaratkan seperti membalas air susu dengan air tuba. Kasih sayang dan perhatian dari  orang tua (ibu), hanya dibalas dengan kedurhakaan dari sang anak.

- Bagaikan mencari jarum dalam jerami (Sosial Budaya – Spasial)
Maksudnya: Hal ini merupakan pengandaian kondisi di mana, kemustahilan menjadi suatu keniscayaan. Peluang menjadi berkurang, ketika persoalan semakin kompleks. Hal ini dianalogikan, ketika kita mencari sebuah jarum yang kecil, ditengah rimbunnya jerami.

ANALOGI SERAGAM (SEBIDANG):
- Hukum adalah seni (Sosial Budaya: Hukum – Seni)
Maksudnya: Hukum diibaratkan seperti seni. Karena menurut pemahaman social jurist, hukum tidak ubahnya seni. Di mana ia lebih cenderung untuk merangkai kata-kata yang indah agar terciptanya norma hukum yang baik. Dan juga kecenderungan mencari celah hukum, menerapkan hukum, merumuskan kaidah hukum adalah sebuah mahakarya seni tiada tara. Law is Art, begitulah kata mereka.

- Hukum adalah kontrak sosial (Sosial Budaya: Hukum – Sosial Ekonomi)
Maksudnya: adagium kuno ini dikemukakan oleh Thomas Hoobes pada masanya. Ia berdalil bahwa manusia agar dapat hidup rukun dan mencapai kesejahteraan, haruslah mengikatkan dirinya dalam suatu kontrak sosial. Dalam kontrak itu tertulis perihal pemilihan pemimpin diantara mereka, hukum yang ditaati, serta hak dan kewajiban masing-masing pihak.

- Hukum adalah alat rekayasa sosial (Sosial Budaya: Hukum – Sosial)
Maksudnya: Pertama kali dikemukakan oleh Roscoe Pound, seorang begawan sosiologi hukum Amerika. Ia berpendapat bahwa hukum tak ubahnya sebagai alat untuk membuat kesejahteraan bagi masyarakat. ia dapat membuat rekayasa positif agar mengubah perilaku bejat masyarakat menjadi lebih humanis.

- Hukum adalah alat kontrol sosial (Sosial Budaya: Hukum – Sosial)
Maksudnya: Dikemukakan kembali oleh Roscoe Pound. Bahwa hukum selain sebagai alat rekayasa sosial, ia juga diharapkan untuk menjadi alat kontrol bagi masyarakat. ia harus menjadi penyeimbang (balancing) dan alat koreksi bagi masyarakat bila terjadi penyimpangan. Sehingga hukum diibaratkan sebagai alat kontrol sosial.

- Hukum adalah alat penguasa (Sosial Budaya: Hukum – Politik)
Maksudnya: Dicetuskan oleh John Austin, sebagai penganut aliran positivistik. Ia menjelaskan bahwa hukum merupakan produk dari penguasa. Ia berasal dari penguasa dan untuk penguasa. Sehingga tidak heran hukum menjadi represif dan cenderung otoriter. Itulah yang terjadi pada masa itu. ia mengibaratkan hukum sebagai alat penguasa untuk mencapai kekuasaan.

Palembang, Oktober 2011
M. Alvi Syahrin

3 comments:

  1. Sumbernya dari buku mana ya, terimakasih^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pemikiran penulis yang dikembangkan dari materi kuliah filsafat ilmu pada PPS Magister Ilmu Hukum.

      Delete
  2. Hukum yang seragam atau kebijakan yang absolute hehe isu yang menarik.

    ReplyDelete