Wednesday, July 24, 2013

TUJUAN PERINDUSTRIAN: ANTARA REALITAS DAN SEMUITAS


 


ABSTRAK
Pembentukan perindustrian di Indonesia dalam arti luas tidak lain adalah untuk meningkatkan kegiatan perekonomian yang berkesinambungan agar dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Perwujudan hal tersebut diterjemahkan dalam rumusan tujuan perindustrian yang diatur dalam Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian. Dalam implemantasinya, ternyata tujuan tersebut elumlah dilaksanakan secara maksimal, bahkan dapat dikatakan jauh dari harapan. Sebagai contoh, pelaksanaan tujuan pada point keempat dan keenam. Dan yang terakhir masalah lingkungan hidup yang dituangkan dalam Pasal 2 UUP sebagai landasan kegiatan perindustrian.
Kata kunci: Tujuan, Perindustrian




Filosofia Perindustrian
Pembangunan nasional yang sedang dilancarkan di negara kita adalah merupakan suatu rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana yang dilakukan secara sadar oleh bangsa menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa-bangsa (Abdurrahman, 1979: 18). Hal ini tentunya dapat dicapai melalui proses peningkatan kegiatan perindustrian di tanah air.

Pembentukan perindustrian di Indonesia dalam arti luas tidak lain adalah untuk meningkatkan kegiatan perekonomian yang berkesinambungan agar dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Peranan perindustrian dalam konteks berbangsa tidak dapat dibilang sedikit. Terbukti, perindustrian dewasa ini menjadi salah satu penyuntik APBN terbesar setelah dunia perpajakan. Dalam konteks perekonomian, perindustrian menjadi salah satu pilar penting dalam menciptakan pembangunan yang mempunyai nilai sinergitas baik makro maupun mikro.

Dalam konsiderans pembentukan UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (UUP) telah disebutkan bahwa dibentuknya UUP adalah untuk memberikan dasar yang kokoh bagi pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri secara mantap dan berkeseinambungan dalam mencapai sasaran pembangunan di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan industri memegang peranan yang menentukan dan oleh karenanya perlu dikembangkan secara seimbang dan terpadu dengan meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif serata mendayagunakan secara optimal seluruh sumber daya alam, manusia, dan dana yang tersedia. Selain itu juga, untuk menciptakan iklim yang sehat bagi pertumbuhan perekonomian perindustrian dan mencegah persaingan yang tidak jujur antara perusahaan-perusahaan industri, agar dapat dihindarkan pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat (C.S.T Kansil, 1986: 14).

Pembangunan dalam sektor industri mempunyai konseptual teoritis yang cukup komprehensif khususnya pembangunan perekonomian nasional jangka panjang. Dimana tujuannya ialah tercapainya struktur ekonomi yang seimbang yang didalamnya terdapat kemampuan dan kekuatan industri yang maju serta merupakan pangkal tolak bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya sendiri.

Dengan memperhatikan sasaran pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi tersebut, maka pembangunan industri memiliki peranan yang sangat penting. Dengan arah dan sasaran tersebut, pembangunan indutsri bukan saja berarti harus semakin ditingkatkan dan pertumbuhannya dipercepat sehingga mampu mempercepat terciptanya struktur ekonomi yang lebih seimbang, tetapi pelaksanaannya harus pula makin mampu memperluas kesempatan kerja, menigkatkan rangkaian proses prduksi industri untuk memnuhi kebutuhan dalam negeri sehingga mengurangi ketergantungan pada impor, dan meningkatkan ekspor dan hasil-hasil industri itu sendiri (C.S.T Kansil, 1986: 4)

Tujuan perindustrian
Kaitannya dengan tujuan dari pembangunan industri tidak lain adalah mengharmonisasikan relevansitas koreksi terhadap masalah perindustrian dan perekonomian nasional. Dalam Pasal 3 UUP mengaskan bahwa tujuan dari pembangunan industri adalah (i) meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata dengan memanfaatkan dana, sumber daya alam, dan/atau hasil budidaya serta dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup, (ii) meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara bertahap, mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat, dan lebih seimbang sebagai upaya untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya, serta memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan industri pada khususnya, (iii) meningkatkan kemampuan dan penguasaan serta mendorong terciptanya teknologi yang tepat guna dan menumbuhkan kepercayaan terhadap kemampuan dunia usaha nasional, (iv) meningkatkan keikutsertaan masyarakat dan kemampuan golongan ekonomi lemah, termasuk pengrajin agar berperan secara aktif dalam pembangunan industri, (v) memperluas dan memeratakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan peranan koperasi industri, (vi) meningkatkan penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor hasil produksi nasional yang bermutu, disamping penghematan devisa melalui pengutamaan pemakaian hasil produksi dalam negeri, guna mengurangi ketergantungan kepada luar negeri, (vii) mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan industri yang menunjang pembangunan daerah dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara, (viii) menunjang dan memperkuat stabilitas nasional yang dinamis dalam rangka memperkokoh ketahanan nasional.

Tujuan: Mencerdaskan atau Membodohkan?
Banyak dari tujuan-tujuan yang disebutkan diatas belum terlaksana dengan baik. Khusus untuk point keempat, maka pelaksanaan tujuan tersebut belumlah begitu maksimal. Masyarakat sekitar sering kali tidak diikutsertakan dalam kegiatan perindustrian. Sebagai contoh, masyarakat papua, tempat dimana berkedudukannya PT. Freeport Indonesia ( PT. FI) yang masih belum diberdayakan. Padahal Pasal 10 UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menyebutkan bahwa perusahaan penanaman modal dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja harus mengutamakan tenaga kerja warga negara Indonesia. Dampak dari tidak terpenuhinya ketentuan ini, maka dapat kita lihat pada adanya gejolak sosial dari masyarakat papua yang berusaha menyerang (PT. FI) tersebut. Tentunya kita masih ingat, ada beberapa pegawai PT. FI yang berkewarganegaraan asing yang dibunuh dengan cara ditombak oleh sekelompok masyarakat lokal disana. Hal ini tentunya dilandsasi pemikiran bahwa adanya tindakan diskriminasi yang dilakukan oleh PT. FI terhadap kaum marginal seperti masyarakat papua.

Permasalahan pelaksanaan tujuan tersebut masih berlanjut. Dimana dalam point keenam, mengamanatkan kegiatan perindustrian ditujukan untuk meningkatkan penerimaan devisa, guna mengurangi ketergantungan kepada luar negeri. Tentunya hal ini perlu dikaji ulang. Dalam sejarah perindustrian di Indonesia, salah satu industri yang paling “merugikan” Indonesia adalah disektor pertambangan. Lagi-lagi “pelaku”nya adalah PT. Freeport Indonesia. Perusahaan tambang asal Amerika ini telah berhasil melarikan berjuta-juta ton meter kubik tambang emas via kapal-kapal tanker besar pada era Presiden Soeharto. Hal ini terjadi karena minimnya kemampuan anak bangsa dalam membuat kontrak yang membuat bargaining position kita semakin tertekan oleh pihak asing. Akibatnya, devisa kita semakin defisit pada masa itu selama berpuluh-puluh tahun dan menimbulkan kawah besar dalam pergunungan tambang di Papua.

Kegiatan perindustrian di Indonesia harulah didasari oleh beberapa element penting, antara lain demokrasi ekonomi, kepercayaan pada kemampuan dan kekuatan diri sendiri, manfaat, dan kelesatarian lingkungan hidup (Pasal 2 UUP). Maksud dari kelestarian lingkungan hidup adalah bahwa pelaksanaan pembangunan industri tetap harus dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian dari lingkungan hidup dan sumber daya alam.  Hal ini terkait dengan tujuan pembangunan pada poin pertama, yang berusaha meningkatkan kinerja pemabangunan perindustrian dengan tetap memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup.

Relevansi antara kegiatan perindustrian dan lingkungan hidup merupakan masalah klasik yang sampai saat ini belum dapat terselesaikan. Tentunya kita masih ingat perdebatan antar negara-negara dunia dalam forum internasional (Protokol Kyoto), dimana adanya penolakan Amerika Serikat sebagai negara industri terbesar di dunia untuk enggan memberikan subsidi kepada negara pemilik hutan terbesar seperti Indonesia. Alhasil sampai saat ini Amerika tetap bersikukuh untuk tidak meratifikasi protokol tersebut dengan dalih persamaan kedaulatan. Hal-hal semacam inilah yang akan menghambat grand design dari tujuan pembangunan perindustrian dalam kancah internasional khususnya Indonesia.

Pergulatan masalah antara perindustrian dan ekosistem juga berdampak pada tingginya angka pencemaran bagi masyarakat sekitar. Khususnya pencemaran udara, air, dan tanah. Pencemaran udara yang diakibatkan oleh kegiatan perindustrian bukanlah hal yang baru. Hal ini telah berlangsung jauh sebelum dicetuskannya deklarasi Stockholm pada tahun 1972. Kota London yang merupakan salah satu kota yang dapat dikatakan bersih dari masalah lingkungan hidup justru pada awal abad ke-19 harus bergulat dengan pencemaran udara yang diakibatkan oleh kabut berjelaga dari kegiatan perindustrian (Munadjat Danusaputro, 1985: 185). Tidak hanya itu, pencemaran udara hebat juga pernah terjadi di Yunani, Spanyol, Prancis, Jerman, Italia, Inggris, Brazilia, Chili, Amerika, maupun Kanada (A. Tresna Sastrawijaya, 1999: 188). Di Indonesia sendiri, permasalahan pencemaran udara via perindustrian mulai terasa dampaknya ketika dicetuskannya ideologi pembangunan (developmentarisme) oleh Presiden Soeharto.

Meningkatnya intensitas perindustrian juga mulai berdampak pada keseimbangan ekosistem. Misalnya provinsi Sumatera Selatan, yang banyak memiliki perusahaan tambang minyak seperti PT. Pertamina, PT. Conoco Philips, PT. Medco Energy dan sebagainya yang pada saat ini banyak mengalami kebocoran pipa saluran atau bahkan mengalami peledakan yang mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan sekitar. Dalam catatan lingkungan hidup Walhi Sumsel tahun 2009 disebutkan bahwa dalam tahun 2009 telah terjadi sebanyak sepuluh kasus pencemaran lingkungan oleh PT. Pertamina yang disebabkan ole kebocoran dan ledakan minyak pipa, peledakan dari sumur tua pengeboran, semburan api dan lumpur serta tumpahan minyak. Hal serupa juga terjadi di Sidoarjo, dimana adanya “ulah” dari PT. Lapindo Brantas yang mengakibatkan meluapnya lumpur panas dari perut bumi sehingga menciptakan danau raksasa.

Padahal tujuan pembangunan perindustrian yang mewajibkan para pelaku industri untuk tetap memperhatikan keseimbangan dan keletarian lingkungan hidup adalah selaras dengan ketentuan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efesiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandiiran, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional (cetak hitam oleh penulis). Ketentuan tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam Pasal 22 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal. Apabila didasarkan pada ketentuan tersebut, maka sejatinya kegiatan perindustrian yang menyebabkan timbulnya pencemaran terhadap lingkungan hidup adalah suatu tindakan inkonstituional.


Oleh karena itu, meihat realitas fakta diatas dimana tidak terlaksananya dengan baik sinergitas antara tujuan perindustrian dan pembangunan industri akan berdampak pada ketimpangan sosial dan politik. Dimana probabilitas peningkatan dalam pembangunan perindustrian semakin jauh dari harapan dan semakin membuat kesengsaraan terhadap masyarakat Indonesia pada khususnya.

Palembang, Maret 2010
M. Alvi Syahrin

No comments:

Post a Comment