Tuesday, September 16, 2014

URAIAN BAB VI UU NO. 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN: RELASI SEKURITI DAN INTELJEN KEIMIGRASIAN DALAM KEGIATAN PENGAWASAN KEIMIGRASIAN

Hubungan Sekuriti dan Intelijen Nasional
Harus dipahami, sekuriti dan intelijen merupakan satu rangkaian dari sub-sistem pertahanan dan keamanan kedaulatan negara. Intelijen bersifat menguasai (ofensif), maka sekuriti lebih mengarah kepada segi pengamanan (defensif). Dalam bahasa lain, sekuriti pada hakikatnya merupakan sisi lain dari intelijen (security is the other ace of intelligence). Namun, kedua unsur tersebut tidak terlepas satu dengan yang lainnya, bahkan saling mengisi dan melengkapi.
A.   Apa itu Sekuriti Nasional?
Sekuriti adalah setiap usaha dan upaya untuk melakukan tindak pengamanan, perlindungan dan pengawasan terhadap setiap ancaman yang datang dari pihak lawan.
Sisi defensif dari sekuriti haruslah dilengkapi dengan unsur kontra intelijen untuk dapat mengimbangi sisi ofensif dari intelijen. Sehingga dipahami bahwa fungsi sekuriti harus ditunjang oleh fungsi kontra intelijen.
Sifat sekuriti tidak hanya sekedar melindungi dan mengamankan apa dan semua yang dimiliki, melainkan juga menghadapi, menanggulangi, mencegah, dan melawan semua bentuk dan ancaman, tetapi juga pelanggaran dan kejahatan terhadap hukum yang berlaku dan juga kegiatan intelijen ofensif (kejahatan intelijen) dari pihak lawan atau lain yang harus dihadapi (kontra intelijen).
B.   Apa itu Intelijen Nasional?
Intelijen adalah setiap usaha dan upaya untuk dapat menghimpun semua data dan informasi dari pihak lawan untuk dapat ditemukan unsur kemampuan dan ketidakmampuan dengan tujan mengatasi dan menanggulangi setiap ancaman, hambatan dan tantangan baik di masa perang maupun damai.
Intelijen bersifat ofensif, yaitu mengarah kepada kegiatan yang terorganisir (organized activity) pihak satu kepada pihak lain dengan menghimpun semua data dan informasi yang diperlukan. Data dan informasi yang dihimpun meliputi semua kegiatan lawan termasuk kemampuan dan ketidakmampuannya dan juga faktor-faktor lain yang berkaitan dengan goografi, demograsi, kondisi sosial, politik, ekonomi, sampai kepada sasaran yang diperoleh.
Oleh karena itu, intelijen biasanya berawal dari faktor: Apa yang merupakan dasar kegiatan intelijen; Mengapa perlu dilakukan kegiatan intelijen; Siapa yang menjadi subjek (pelaku) maupun yang dijadikan objek (sasaran) dari kegiatan intelijen.
Selanjutnya, faktor lain yang perlu diperhatikan adalah: Dimana sasaran intelijen berada; Apa kegiatan intelijen yang harus dilakukan; Kapan kegiatan intelijen harus dilaksanakan; Bagaimana bentuk kegiatan intelijen (terbuka atau tertutup). Lalu terkait dengan bagaimana pola operasi intelijen yang harus dilakukan (pola operasi strategis, taktis dan/atau teknis).
Uraian Bab VI UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian: Relasi Sekuriti dan Inteljen Keimigrasian dalam Kegiatan Pengawasan Keimigrasian[1]
A. Urgensi Relasi Sekuriti dan Intelijen Keimigrasian dalam Kegiatan Pengawasan Keimigrasian
Bab VI UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (selanjutnya disebut UU No.6 Tahun 2011) mengatur perihal Pengawasan Keimigrasian yang terdiri dari Bagian Kesatu (Umum) dan Bagian Kedua (Intelijen Keimigrasian). Pada bab ini, konstruksi hukum yang dibangun oleh pembuat undang-undang (wets gever), telah menempatkan pengawasan keimigrasian menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan sekuriti dan intelijen keimigrasian. Sekuriti keimigrasian merupakan pengejewantahan sisi keamanan dalam pelaksanaan, begitu juga dengan intelijen keimigrasian yang harus menjadi pondasi kegiatan pengawasan keimigrasian.
Konstruksi hukum yang digunakan dalam perumusan Bab VI UU No. 6 Tahun 2011 didasari atas teori dan konsep (hukum) sekuriti dan intelijen keimigrasian. Intelijen memiliki peran dan posisi tersendiri dalam pengawasan keimigrasian, baik itu dalam konsep ataupun pelaksanaannya. Sehingga tidak berlebihan apabila, penulis menyatakan bahwa pengawasan keimigrasian merupakan sub-sistem dari Sekuriti dan Intelijen Keimigrasian. 
Dalam teori dan konsep sekuriti dan intelijen keimigrasian, dipahami bahwa setiap kegiatan pengawasan keimigrasian haruslah memiliki pondasi sekuriti dan intelijen keimigrasian yang mumpuni. Di dalamnya akan ditemui soal aspek teknis dan strategis yang berguna dalam memetakan (mind mapping) apa dan bagaimana pengawasan keimigrasian harus dilakukan. Pengawasan keimigrasian yang dilandasi oleh sekuriti dan intelijen keimigrasian merupakan kunci utama dalam mewujudkan sistem keamanan dan pertahanan nasional dari masuk dan keluar orang di wilayah Indonesia.
Pelaksanaan kegiatan pengawasan keimigrasian yang berbasis sekuriti dan intelijen keimigrasian akan berkaitan erat dengan hakikat keimigrasian. Pasal 1 angka 1 UU No. 6 Tahun 2011 menyatakan keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya kedaulatan negara. Pengawasan keimigrasian dapat dilakukan apabila adanya konsep sekuriti dan intelijen di dalamnya. Begitu juga dengan fungsi keimigrasian sebgaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 6 Tahun 2011) bahwa imigrasi berfungsi sebagai aparatur  pelayanan keimigrasian, aparatur penegakan hukum, aparatur keamanan negara, dan aparatur fasilitator pembangunan kesejahtaraan masyarakat. Untuk mewujdkan sistem keamanan dan pertahanan nasional semesta, maka catur fungsi keimigrasian tersebut harus dilaksanakan dengan berlandasarkan pada konsep sekuritas dan intelijen keimigrasian. 
      Fungsi intelijen keimigrasian (baca: Pengawasan Keimigrasian) saat ini menjadi wewenang dari Direktorat Intelijen Keimigrasian. Pada instansi inilah diharapkan pengawasan keimigrasian berbasis intelijen dapat menjadi pioneer dalam menjadikan Imigrasi sebagai institusi penjaga pintu gerbang negara yang berwibawa (bhumi pura wira wibawa).
B.    Sekuriti Keimigrasian dalam Pengawasan Keimigrasian
Sekuriti keimigrasian ialah setiap usaha dan upaya perlindungan, pengamanan, serta pengawasan pelaksanaan ketentuan dan peraturan keimigrasian berdasarkan fungsi keimigrasian yang telah ditentukan dalam UU No. 6 Tahun 2011.
Dalam Pasal 66 ayat (1) UU No. 6 Tahun 2011 disebutkan pengawasan keimigrasian yang merupakan bagian dari sekuriti dan intelijen keimigrasian dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM RI. Pendelegasian kewenangan tersebut kemudian dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi cq. Direktorat Intelijen Keimigrasian sebagai lembaga yang menangani persoalan pengawasan keimigrasian di tingkat pusat (tataran kebijakan). Sebagai pelaksana di lapangan menjadi wewenang dari setiap Pejabat Imigrasi untuk melakukan fungsi intelijen keimigrasian (vide Pasal 74 ayat 1 UU No. 6 Tahun 2011).
Direktorat Jenderal Imigrasi sebagai institusi yang pertama dan terakhir dalam menangani keluar masuknya subjek asing maupun domestik, tidak terlepas dari pada tugas dan kewajibannya dalam rangka menunjang sekuriti nasional di bidang keimigrasian untuk:
- Mempertahankan, melindungi, dan mengamankan potensi nasional yang ada di dalam wilayah hukum RI;
- Mengatasi, menanggulangi, mencegah setiap bentuk ancaman dan bencana yang dapat timbul sebagai akibat keluar masuknya subjek asing maupun Indonesia dan budaya orang asing di wilayah hukum RI;
B. 1 Sasaran Sekuriti Keimigrasian
- Hakikat ancaman: sebagai institusi yang pada tingkat pertama dan terakhir bertugas mengatur perlintasan keluar masuk subjek asing maupun domestik dari dan ke Indonesia, di aharus mampu mengidentifikasi setiap hakikat ancaman;
- Unsur ancaman: Ancaman yang dimaksud dapat berasal dari dalam ataupun luar. Namun unsur ini pun, tidak terlepas dari pada tata kehidupan mayarakat berbangsa dan bernegara dimulai dari ideologi, politik, sosial-ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi sampai kepada pertahanan keamanan yang dikaitkan dengan doktrin wawasan nusantara;
- Pelaku ancaman: Dapat berbentuk perorangan, kelompok, golongan, sampai suku bangsa tertentu. Namun juga dapat berupa badan-badan intelijen asing yang melakukan kegiatan ofensif terhadap negara RI, seperti bentuk sindikat kejahatan (mafia) jaringan narkotika, perdagangan manusia sebagai tenaga kerja maupun pelacur, sindikat yang bergerak di bidang pemalsuan dokumen negara (dokumen perjalanan atau perizinan), atau bentuk kegiatan yang berpotensi mengakibatkan kejahatan keimigrasian (immigration crime) ataupun kejahatan intelijen keimigrasian (immigration intelligence crime);
- Dampak ancaman: berupa dampak teknis sampai strategis dengan jangka waktu tertentu atau waktu yang lama;
- Penanggulangan ancaman: merupakan sistem yang diterapkan dalam lingkup sekuriti nasional keimigrasian.
B. 2 Upaya Perlindungan dan Pengamaan Sekuriti Keimigrasian
a.    Usaha dan upaya perlindungan
Sebagai aparatur penegakan hukum, Direktorat Jenderal Imigrasi dalam usaha melaksanakan ketentuan dan peraturan keimigrasian memberikan perlindungan hukum kepada setiap warga negara dan orang asing yaitu:
- Mengawasi dan melindungi warga negara Indonesia dan warga negara asing yang berada di Indonesia (mahawas mahayu swajanma prajanma)
- Memberikan pengayoman dan rasa aman selama orang asing itu berada di Indonesia;
- Dilindungi dari segala gangguan dan ancaman;
- Selalu berdasarkan dan berlandaskan hukum yang berlaku;
b.    Usaha dan upaya pengamanan
Sebagai aparatur sekuriti, Direktorat Jenderal Imigrasi melaksanakan usaha dan upaya pengamanan di dalam pelaksanaan ketentuan dan peraturan keimigrasian agar tidak terjadi apa yang disebut penyimpangan, penyalahgunaan dan pelanggaran serta kejahatan keimigrasian.
Usaha dan upaya pengamanan ialah setiap usaha,pekerjaan, tindakan, dan kegiatan untuk mencegah atau menggagalkan serta mengusut setiap penyimpangan, penyalahgunaan pelanggaran, dan kejahatan keimigrasian baik yang dilakukan oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing.
Usaha perlindungan dan penanganan ini kemudian dirumuskan dalam Pasal 66 ayat (2) UU No. 6 Tahun 2011 yang menentukan pengawasan Keimigrasian meliputi:
a. pengawasan terhadap warga negara Indonesia yang memohon dokumen perjalanan, keluar atau masuk Wilayah Indonesia, dan yang berada di luar Wilayah Indonesia; dan
b. pengawasan terhadap lalu lintas Orang Asing yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia serta pengawasan terhadap keberadaan dan kegiatan Orang Asing di Wilayah Indonesia.
Usaha dan upaya pengamanan ini bersifat preventif, yaitu setiap usaha, pekerjaan, tindakan, kegiatan yang bertujuan untuk mencegah berhasilnya setiap penyimpangan, penyelahgunaan, pelanggaran dan kejahatan keimigrasian. Sebagai contoh:
- Setiap warga ngara Indonesia pada waktu hendak meminta dokumen perjalanan RI wajib memberikan segala ketentuan yang benar dalam menetukan pemberian dokumen perjalanan tersebut;
- Tiap-tiap orang asing yang berada di Indonesia diwajibkan memberikan segala keterangan atau bantuan yang diperlukan untuk mengenal dirinya. 
B. 3 Peranan Sekuriti Keimigrasian
Direktorat jenderal Imigrasi cq. Direktorat Intelijen Keimigrasian memiliki dua peranan penting dalam kegiatan pengawasan keimgrasian di Indonesia. Hal tersebut tercermin dalam ketentuan Pasal 67 dan Pasal 68 UU No. 6 Tahun 2011 yang menyebutkan:
Pasal 67
(1)  Pengawasan Keimigrasian terhadap warga negara Indonesia dilaksanakan pada saat permohonan Dokumen Perjalanan, keluar atau masuk, atau berada di luar Wilayah Indonesia dilakukan dengan:
            a. pengumpulan, pengolahan, serta penyajian data dan informasi;
            b. penyusunan daftar nama warga negara Indonesia yang dikenai Pencegahan keluar Wilayah Indonesia;
            c. pemantauan terhadap setiap warga negara Indonesia yang memohon dokumen perjalanan, keluar atau masuk Wilayah Indonesia, dan yang berada di luar Wilayah Indonesia; dan
            d. pengambilan foto dan sidik jari.
(2) Hasil pengawasan Keimigrasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan data Keimigrasian yang dapat ditentukan sebagai data yang bersifat rahasia.
Pasal 68
(1) Pengawasan Keimigrasian terhadap Orang Asing dilaksanakan pada saat permohonan Visa, masuk atau keluar, dan pemberian Izin Tinggal dilakukan dengan:
            a. pengumpulan, pengolahan, serta penyajian data dan informasi;
            b. penyusunan daftar nama Orang Asing yang dikenai Penangkalan atau Pencegahan;
            c. pengawasan terhadap keberadaan dan kegiatan Orang Asing di Wilayah Indonesia;
            d. pengambilan foto dan sidik jari; dan
            e. kegiatan lain yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
(2) Hasil pengawasan Keimigrasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan data Keimigrasian yang dapat ditentukan sebagai data yang bersifat rahasia.
Terkait dengan peranan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a.    Pengaturan terhadap orang yang masuk atau keluar wilayah Republik Indonesia
Di dalam pengaturan tersebut berlaku ketentuan dan peraturan keimigrasian Indonesia, di antaranya:
- Setiap orang yang masuk dan keluar wilayah negara RI adalah sah apabila mendapat izin masuk atau izin keluar dari Pejabat Imigrasi yang bertugas melakukan pemeriksaan di tempat pemeriksaan imigrasi;
- Setiap orang yang masuk atau keluar wilayah negara RI harus mempunyai dokumen perjalanan atas namanya yang sah dan berlaku;
- Pejabat imigrasi berwenang memeriksa setiap orang yang masuk atau keluar wilayah RI;
- Dan sebagainya.
Dalam pelaksanaan tugas pengaturan terhadap orang yang masuk dan keluar wilayah negara RI, seorang pejabat Imigrasi dituntut memiliki sense of security-nya (rasa sadar kemananan) dikarenakan ketentuan-ketentuan keimigrasian sebagaimana tersebut di atas dalah merupakan tantangan yang harus dijawab sebagai aparatur yang ikut menjamin ketentraman dan keamanan nasional.
Seorang pejabat imigrasi harus yakin sesungguh-sungguhnya bahwa izin masuk atau keluar wilayah negara RI yang diberikan kepada seseorang di samping segala ketentuan atau persyaratan formal telah terpenuhi namun peranan intelijen dan sekuritilah yang paling menentukan, karena setiap orang yang masuk wilayah RI ada yang beritikad baik dan ada pula yang beritikad buruk.
Untuk melaksanakan kegiatan protektif dan preventif tersebut di atas seorang pejabat imigrasi berperan dalam mewujudkan sekuriti keimigrasian berupa:
- Memperhatikan dengan cepat dan cermat apakah pemegang dokumen perjalanan yang foto nya tertera di dalamnya adalah benar si pemegang sendiri atau bukan;
- Memperhatikan dengan cepat dan cermat apakah ada coretan-coretan/tanda hapusan pada jati diri di dalam pasor yang bersangkutan;
- Melakukan dialog singkat untuk meyakinkan apakah memang nama yang bersangkutan sesuai dengan nama yang tertera dalam paspor;
- Memeriksa daftar cegah dan tangkal, apakah yang bersangkutan termasuk orang-orang yang tidak diizinkan masuk atau keluar wilayah negara RI;
- Memperhatikan dengan cepat dan cermat berlakunya dokumen perjalanan visa yang dipergunakan;
- Dan sebagainya.
b.    Pengawasan keberadaan dan kegiatan orang asing di Indonesia
- Setiap orang asing yang berada di wilayah negara RI harus memiliki izin tinggal berkunjung atau berdiam sementara atau berdiam atas namanya yang sah dan berlaku;
- Izin tinggal berakhir apabila orang asing keluar dari Indonesia, kecuali memiliki izin kembali atas namanya yang sah dan berlaku;
- Setiap orang asing yang berada di Indonesia, diwajibkan memberikan segala keterangan dan bantuan untuk mengenal diri dan anggota keluarganya serta perubahan-perubahannya. Kewajiban ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 71 UU No. 6 Tahun 2011 yang menentukan setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia wajib memberikan segala keterangan yang diperlukan mengenai identitas diri dan/atau keluarganya serta melaporkan setiap perubahan status sipil, kewarganegaraan, pekerjaan, penjamin atau perubahan alamatnya dan memperlihatkan dan menyerahkan dokumen perjalanan atau izin tinggal yang dimilikinya apabila diminta oleh pejabat imigrasi yang bertugas dalam rangka pengawasan keimigrasian.
- Setiap orang atau badan organisasi kemasyarakatan yang mengetahui keberadaan dan/atau kegiatan orang asing yang patut dicurigai, harus memberitahukan kepada pejabat imigrasi atau pejabat lain yang berwenang
Dalam pelaksanaan tugas pengawasan keberadaan dan kegiatan orang asing di Indonesia, seorang pejabat Imigrasi dituntut pula memiliki sense of security dimana ia harus yakin sepenuhnya bahwa keberadaan dan kegiatan orang asing di Indonesia telah sesuai dengan maksud dan tujuan kedatangannya ke Indonesia serta tidak melakukan penyimpangan, penyalahgunaan dan pelanggaran keimigrasian yang dapat mengganggu ketertiban dan keamanan nasional.
Lebih lanjut dalam melaksanakan Pasal 67 dan 68 UU No. 6 Tahun 2011 tersebut, kemudian diatur perihal kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap Pejabat Imigrasi atau pejabat lain yang ditunjuk (vide Pasal 70 UU No. 6 Tahun 2011), yaitu:
Pasal 70
(1) Pejabat Imigrasi atau yang ditunjuk dalam rangka pengawasan Keimigrasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 dan Pasal 68 wajib melakukan:
a. pengumpulan data pelayanan Keimigrasian, baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing;
b. pengumpulan data lalu lintas, baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia;
c. pengumpulan data warga negara asing yang telah mendapatkan keputusan pendetensian, baik di Ruang Detensi Imigrasi di Kantor Imigrasi maupun di Rumah Detensi Imigrasi; dan
d. pengumpulan data warga negara asing yang dalam proses penindakan Keimigrasian.online.com
(2)  Pengumpulan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memasukkan data pada Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian yang dibangun dan dikembangkan oleh Direktorat Jenderal
Kewajiban tersebut di atas merupakan pengejewantahan dari pengawasan keimgrasian yang berbasis sekuriti dan intelijen keimigrasian. Pejabat Imigrasi yang ditugaskan melakukan pengawasan keimigrasian harus memiliki dasar sekuriti dan intelijen keimigrasia yang kuat. Prinsip-prinsip ini harus dilakukan mengingat tugas dan fungsi Imigrasi sebagai penjaga pintu gerbang negara yang rentan akan ancaman dari subjek asing ataupun domestik.
C.   Intelijen Keimigrasian dalam Pengawasan Keimigrasian
Intelijen keimigrasian adalah setiap usaha dan upaya penyelidikan dan pengamanan untuk melaksanakan ketentuan dan peraturan keimigrasian berdasarkan fungsi keimigrasian sebagaimana yang diatur dalam UU No. 6 Tahun 2011.
Telah disebutkan sebelumnya, pengawasan keimigrasian yang merupakan bagian dari intelijen keimigrasian dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM RI. Pendelegasian kewenangan tersebut kemudian dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi cq. Direktorat Intelijen Keimigrasian sebagai lembaga yang menangani persoalan pengawasan keimigrasian di tingkat pusat (tataran kebijakan). Sebagai pelaksana di lapangan menjadi wewenang dari setiap Pejabat Imigrasi untuk melakukan fungsi intelijen keimigrasian (vide Pasal 66 ayat (1) jo. Pasal  74 ayat 1 UU NO. 6 Tahun 2011).
C. 1 Batasan Intelijen Keimigrasian
Batasan intelijen Keimigrasian berupa usaha dan upaya penyelidikan dan pengamanan keimigrasian. Sebagai aparatur pelayanan masyarakat, Direktorat Jenderal Imigrasi di dalam melaksanakan usaha dan upaya penyelidikan untuk pengamanan ketentuan dan peraturan keimigrasian, mencatat, merekam, dan mengumpulkan semua data dan informasi setiap orang yang diberikan perizinan keimigrasian.
Usaha dan upaya penyelidikan ialah setiap usaha pekerjaan, tindakan, dan kegiatan untuk mengumpulkan semua data dan informasi yang berhubungan dengan pengawasan pelaksanaan ketentuan dan peraturan keimigrasian.
Uraian batasan ini kemudian dapat dilihat dalam Pasal 74 ayat (2) UU No 6 Tahun 2011 yang menyatakan dalam rangka melaksanakan fungsi Intelijen Keimigrasian, Pejabat Imigrasi melakukan penyelidikan Keimigrasian dan pengamanan Keimigrasian serta berwenang:
a. mendapatkan keterangan dari masyarakat atau instansi pemerintah;
b. mendatangi tempat atau bangunan yang diduga dapat ditemukan bahan keterangan mengenai keberadaan dan kegiatan Orang Asing;
c. melakukan operasi Intelijen Keimigrasian; atau
d. melakukan pengamanan terhadap data dan informasi Keimigrasian serta pengamanan pelaksanaan tugas Keimigrasian.
C. 2 Ruang Lingkup Intelijen Keimigrasian
Terkait dengan pengumpulkan data dan informasi sebagaimana tersebut dalam Pasal 74 ayat (2) huruf a dan b, dapat dilakukan melalui dua cara yaitu:
- Terbuka, yaitu secara rutin melakukan pengumpulan informasi dan catatan, rekaman data setiap orang yang telah diberikan perizinan keimigrasian;
- Tertutup, yaitu secara sekuriti keimigrasian atau kontra intelijen.
Kegiatan intelijen keimigrasian (pengawasan keimigrasian) dimaksud dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a.    Terbuka:
1)    Rutin (terus-menerus):
a)  Pengumpulan informasi (information collection / gathering);
b)  Penyelidikan (intelligence).
Kegiatan intelijen secara terbuka dapat dilihat dari ketentuan Pasal 72 UU No. 6 Tahun 2011 yang menyatakan bahwa setiap Pejabat Imigrasi yang bertugas dapat meminta keterangan dan informasi kepada setiap orang yang memberi penginapan kepada orang asing tersebut. selain itu juga, pemilik atau pengurus penginapan berkewajiban memberikan data mengenai orang asing yang menginap apabila diminta oleh Pejabat Imigrasi yang bertugas.
2)   Operasional (khusus)
a)   Propaganda;
b)   Perang urat syaraf (phsychological wargace, psywar).
b.    Tertutup:
1)    Rutin (terus-menerus)
a)  spionase berjangka panjang;
b)  spionase berjangka pendek.
2)    Operasional (khusus)
a)  Desas Desus;
b)  Sabotase;
c)  Teror;
d)  Subversi;
e)  Insurjensi.
Kegiatan intelijen keimigrasian secara tertutup ini diatur dalam 74 ayat (2) huruf c UU No. 6 Tahun 2011 yang menyebutkan dalam rangka melaksanakan fungsi Intelijen Keimigrasian, Pejabat Imigrasi melakukan penyelidikan Keimigrasian dan pengamanan Keimigrasian serta berwenang melakukan operasi Intelijen Keimigrasian
Berdasarkan uraian di atas, maka ruang lingkup intelijen keimigrasian yang dianut dalam hukum keimigrasian Indonesia sebagaimana diatur dalam Bab VI UU No. 6 Tahun 2011 adalah berifat terbuka dan tertutup. Hal ini menuntut agar setiap pejabat imigrasi yang melakukan intelijen keimigrasian dapat melakukan kegiatan pengawasan keimigrasian secara optimal.
Namun kenyataannya dalam praktek, kegiatan intelijen keimigrasian (pengawasan keimigrasian) hanya dilakukan secara terbuka (rutin). Pengawasan hanya dilakukan ala kadarnya, sebatas mengumpulkan informasi dari pihak perusahaan ataupun penginapan (hotel) dan pengecekan izin tinggalnya saja. Keengganan pejabat imigrasi untuk melakukan operasi intelijen keimigrasian (vide Pasal 74 ayat 2 huruf c) tentu berkaitan dengan keterbatasan anggaran, sumber daya manusia, dan minimnya pemahaman intelijen keimigrasian.
Pengawasan berbasis intelijen sangat diharapkan mengingat intensitas lalu lintas masuk dan keluar wilayah Indonesia yang cukup tinggi. Juga terkait dengan keberadaan pencari suaka dan pengungsi yang menjadikan Indonesia sebagai negara transit, bahkan ke depannya dapat menjadi negara tujuan pencari suaka. Oleh karenanya, operasi intelijen dalam kegiatan pengawasan keimigrasian sangat berguna untuk sekuritas keimigrasian dari ancaman pihak luar, atau propaganda pihak dalam sekalipun.
C. 3 Hakikat Intelijen Keimigrasian
a.    Perlindungan (hukum):
- Memberikan perlindungan dan rasa aman baik kepada warga negara Indonesia maupun orang asing yang berada di Indonesia;
- Mengayomi warga negara Indonesia maupun orang asing dari segala ancaman dan gangguan;
- Segala perlindungan dan pengayoman yang diberikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b.    Pengamanan (sekuriti):
- Ialah setiap usaha, pekerjaan, tindakan, dan kegiatan yang bertujuan untuk mencegah atau menggagalkan serta mengusut setiap penyimpangan, penyalahgunaan, pelanggaran, dan kejahatan keimigrasian yang dilakukan baik oleh warga negara Indonesia maupun orang asing;
- Pengamanan yang disebut juga sebagai kontra intelijen dapat diartikan sebagai usaha, pekerjaan, tindakan pengamanan yang ditujukan khusus terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan, penyalahgunaan, pelanggaran dan kejahatan keimigrasian sebagai akibat dari pada pelaksanaan fungsi intelijen negara lain yang ditujukan dan merugikan Indonesia;
- Pengamanan itu bersifat preventif yaitu usaha, pekerjaan, tindakan dan kegiatan yang bertujuan untuk mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan berhasilnya seseorang melakukan penyimpangan, penyaahgunaan, pelanggaran, dan kejahatan keimigrasian.
c.    Pelayanan (kepentingan):
- Ialah setiap usaha, pekerjaan, tindakan dan kegiatan yang bertujuan memberikan bantuan kepentingan yang dibutuhkan oleh setiap orang terhaddap pelayanan jasa keimigrasian;
- Memberikan pelayanan yang baik untuk kepentingan perizinan keimigrasian, sehingga dengan demikian akan dapat direkam semua data dan informasi atas diri setiap orang guna kepentingan pengumpulan bahan keterangan bagi roda perputaran intelijen keimigrasian;
- Data dan informasi yang diperoleh di daam pelayanan pemberian suatu perzinan keimigrasian adalah merupakan bahan baku yang harusnya akan diolah menjadi suatu informasi guna kepentingan intelijen.
C. 4 Fungsi Intelijen Keimigrasian
Terkait dengan usaha preventif (pengawasan) penyelidikan dan pengamanan:
- Ialah segala usaha, pekerjaan, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara berencana dan terarah untuk memperoleh data dan informasi yang akan diolah menjadi intelijen yang akan dijadikan sebagai dasar bertindak untuk pengamanan ketentuan dan peraturan keimigrasian;
- Penyelenggaraan fungsi intelijen keimigrasian berupa penyelidikan ini dapat dilakukan secara terus menerus yaitu kegiatan rutin dan melakukan operasi intelijen untuk sesuatu tujuan, waktu, pelaksanaan dan wilayah tertentu;
- Penyelidikan ini dapat digolongkan kepada penyelidikan yang bertujuan memperoleh informasi taktis yang dilakukan di suatu daerah tertentu yang diperkirakan akan terjadi sesuatu (antisipasi);
- Penyelidikan strategis adalah penyelidikan dalam keadaan damai maupun dalam keadaan (belum terjadi sesuatu) yang dilakukan secara terus menerus untuk pengumpulan data dan informasi sebagai bahan intelijen.
C. 5 Aspek Intelijen Keimigrasian: Strategis dan Taktis
a.    Aspek strategis
- Intelijen strategis keimigrasian adalah intelijen keimigrasian yang bertujuan mencari atau mengumpulkan semua bahan/aspek-aspek kehidupan suatu negara yang mencakup komponen strategis seperti: ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, keamanan, geografis
- Data strategis di dalam kaitannya dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Imigrasi yang menyangkut komponen-komponen tersebut diatas akan dianalisa untuk mengetahui tentang kemampuan dan kerawanannya oleh Direktorat Intelijen Keimigrasian;
- Dengan demikian, Direktorat Jenderal Imigrasi cq. Direktorat Intelijen Keimigrasian mendapat gambaran tentang kemungkinan mengambil kebijakan keimigrasian dalam menghadapi warga negara dari negara tersebut bila berkehendak mengunjungi atau berada di wilayah Indonesia atau sebaliknya bila warga negara Indonesia yang akan keluar wilayah negara Indonesia;
- Oleh karena itu kegiatan intelijen keimigrasian harus dapat pula mencari, mengumpulkan dan mengolah semua data dan informasi tentang aspek strategis dari suatu negara. Dengan demikian, Direktorat Jenderal Imigrasi di dalam keikutsertaannya menjamin ketentraman dan keamanan nasional dapat memberikan data dan informasi untuk menghadapi negara tersebut dalam usaha menyingkirkan ancaman atau hambatan bagi pencapaian tujuan nasional;
- Pejabat imigrasi yang ditempatkan sebagai Atase Imigrasi di perwakilan negara RI di luar negeri, maupun pejabat imigrasi yang bertugas di dalam negeri harus melaksanakan intelijen strategis keimigrasian sesuai dengan kemampuannya untuk kemudian menyampaikan data dan informasi yang diperoleh kepada Direktorat Jenderal Imigrasi cq. Direktorat Intelijen Keimigrasian guna pengolahan lebih lanjut.
b.    Aspek Taktis
- Intelijen taktis keimigrasian adalah intelijen keimigrasian yang bertujuan mencari, mengumpulkan semua bahan keterangan atau data informasi yang keumudian diolah menjadi bahan intelijen untuk dipergunakan bagi kepentingan taktis;
- Intelijen keimigrasian mencakup pengetahuan seperti pelabuhan udara, laut, pos lintas batas, sebagai tempat pemeriksaan Imigrasi terhadap orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia yang biasanya diklasifikasikan dalam beberapa komponen taktis sebagai berikut ini: keadaan medan, keadaan arus, keadaan penumpang, keadaan petugas, ipoleksosbud terbatas;
- Data dan informasi taktis yang ingin diketahui di dalam hubungannya dengan tugas pokok dan fungsi serta peranan Direktorat Jenderal Imigrasi cq. Direktorat Intelijen Keimigrasian yang menyangkut komponen-komponen sebagaimana tersebut diatas akan dianalisa dan diolah untuk kemudian ditarik kesimpulan tentang kemampuan dan kerawanannya;
- Aspek taktis lain di dalam pelaksanaan intelijen keimigrasian mencakup pengetahuan tentang wilayah perbatasan sebagai daerah lintas batas dan untuk pelaksanaan teknis sebagai tempat pemberian perizinan;
- Oleh sebab itu, intelijen taktis keimigrasian harus dapat pula mencari, mengumpulkan dan mengolah semua data dan informasi atau bahan keterangan tentang aspek taktis dengan segala komponennya dari suatu tempat pelaksanaan tugas, sehingga Direktorat Jenderal Imigrasi di dalam memainkan peranan fungsi keimigrasiannya dapat mengatasi dan menyingkirkan segala ancaman, hambatan, tantangan, dan gangguan baik dari luar maupun dari dalam;
- Setiap pejabat imigrasi yang ditempatkan di lapangan, baik sebagai pejabat pendaratan, pejabat lintas batas, ataupun pejabat pemberi perizinan keimigrasian harus dapat melaksanakan intelijen taktis keimigrasian ini sesuai dengan kemampuan untuk kemudian menyampaikan segala bahan keterangan atas data dan informasi tentang aspek-aspek taktis kepada Direktorat Jenderal Imigrasi cq. Direktorat Intelijen Keimigrasian guna pengolahan lebih lanjut sebagai bahan intelijen.
C. 5 Intelijen Keimigrasian dalam Pengawasan Orang Asing
Fatanya, pengawasan terhadap orang asing perlu lebih ditingkatkan sejalan dengan meningkatnya kejahatan internasional atau tindak pidana transnasional, seperti perdagangan orang, Penyelundupan Manusia, dan tindak pidana narkotika yang banyak dilakukan oleh sindikat kejahatan internasional yang terorganisasi.[2] 
Pengawasan terhadap orang asing tidak hanya dilakukan pada saat mereka masuk, tetapi juga selama mereka berada di Wilayah Indonesia, termasuk kegiatannya. Pengawasan keimigrasian haruslah berbasis intelijen keimigrasian yang mencakup penegakan hukum Keimigrasian, baik yang bersifat administratif maupun tindak pidana Keimigrasian.
Kepentingan nasional adalah kepentingan seluruh rakyat Indonesia sehingga pengawasan terhadap orang asing memerlukan juga partisipasi masyarakat untuk melaporkan orang asing yang diketahui atau diduga berada di wilayah Indonesia secara tidak sah atau menyalahgunakan perizinan di bidang keimigrasian.
Berdasarkan kebijakan selektif (selective policy) yang menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia, diatur masuknya orang asing ke dalam wilayah Indonesia, demikian pula bagi orang asing yang memperoleh Izin Tinggal di wilayah Indonesia harus sesuai dengan maksud dan tujuannya berada di Indonesia. Dalam rangka melindungi kepentingan nasional, hanya orang asing yang memberikan manfaat serta tidak membahayakan keamanan dan ketertiban umum diperbolehkan masuk dan berada di wilayah Indonesia.
Dari uraian diatas, dipahami bahwa eksistensi intelijen keimigrasian dalam setiap kegiatan pengawasan keimigrasian (orang asing) memang sangat dibutuhkan. Urgensi atas perlunya intelijen keimigrasian adalah untuk menjamin agar pengawasan keimigrasian (orang asing) dapat berjalan dengan baik, sehingga negara Indonesia terhindar dari ancaman subjek asing atau domestik yang dapat mengganggu stabilitas kedaulatan negara.
C. 6 Doktrin Intelijen Keimigrasian dalam Pengawasan Keimigrasian
Telah diuraikan sebelumnya, pengawasan keimigrasian merupakan sub-sistem dari intelijen keimigrasian. Sehingga konkritisasi pemikiran yang didapat adalah dalam setiap melakukan pengawasan keimigrasian, harus berlandaskan pada konsep intelijen keimigrasian itu sendiri. Relasi antara pelaksanaan kegiatan pengawasan keimigrasian dengan intelijen keimigrasian ini lah yang dikenal sebagai Doktrin Intelijen Keimigrasian.
Doktrin intelijen keimigrasian adalah suatu prinsip/kebijakan intelijen yang mendasari tugas, fungsi, dan peranan keimigrasian. Pengertian (doktrin) intelijen keimigrasian harus diartikan sebagai setiap upaya dan kegiatan intelijen di bidang manajemen maupun operasional keimigrasian. Dalam bahasa lain, kegiatan intelijen keimigrasian merupakan suatu ilmu terapan (applied science) yang dikaitkan dengan asas fungsi imigrasi serta sikap dan perilaku petugas imigrasi (attitude and behaviour) terhadap subjek asing maupun domestik yang memerlukan pelayanan keimigrasian.
Berikut relasi antara doktrin intelijen keimigrasian terhadap catur fungsi imigrasi Indonesia:
1. Sebagai aparatur pelayanan masyarakat di bidang keimigrasian dituntut untuk melakukan tindak pengawasan baik secara internal maupun eksternal agar setiap ketentuan dan peraturan keimigrasian dapat terlaksana dengan tertib dan tidak menimbulkan keresahan masyarakat yang memerlukan pelayanan keimigrasian;
2. Sebagai aparatur penegak hukum di bidang keimigrasian dituntut adanya asas perlindungan, yaitu mampu memberikan perlindungan hukum bagi mereka yang benar dan sebaliknya dalam rangka penegakan hukum berani menindak oknum asing maupun domestik yang membahayakan sekuriti nasional;
3. Sebagai aparatur sekuriti (keamanan) di bidang keimigrasian dituntut memiliki rasa kewaspadaan yang tinggi dalam rangka mengamankan setiap peraturan dan ketentuan keimigrasian terhadap setiap ancaman yang datang dari dalam maupun dari luar (oknum asing maupun domestik);
4. Sebagai aparatur fasilitator pembangunan kesejahteraan masyarakat di bidang keimigrasian dituntut memberi peran aktif dalam pembangunan negara dengan memberikan izin masuk dan keluar orang asing yang membawa kemanfaatan bagi Indonesia beradasarkan asas kebijakan selektif (selective policy principle).
Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa konsep dasar doktrin inteleijen keimigrasian merupakan rumusan yang tidak terpisahkan dari catur fungsi imigrasi. Sehubungan dengan itu maka, konsep dasar doktrin intelijen keimigrasian mengarah pada pemikiran penerapan asas perlindungan (dung), pengamanan (man), dan pengawasan (was), sepanjang menyangkut sekuriti ditinjau dari aspek manajemen.
Sedangkan untuk penerapan doktrin intelijen keimigrasian ditinjau dari aspek operasional, perlu dikembangkan dasar operasi penyelidikan (lid), penyidikan (idik), dan penindakan (dak). Konsep dasar dokrtin intelijen keimigrasian yang sekaligus inheren dengan sekuriti keimigrasian mengandung unsur kemungkinan (probablility), kepastian (certainity), dan penghukuman (punishment) yang dilaksanakan secara stimultan dalam menghadapi hakikat ancaman, tantangan, dan kendala di bidang pengawasan keimigrasian sebagaimana diatur dalam Bab VI UU No. 6 Tahun 2011.
Kesimpulan
Bab VI UU No. 6 Tahun 2011 Bab VI UU No. 6 Tahun 2011 yang mengatur perihal Pengawasan Keimigrasian terdiri dari Bagian Kesatu (Umum) dan Bagian Kedua (Intelijen Keimigrasian). Pada bab ini tercermin adanya unsur sekuriti dan intelijen keimigrasian dalam setiap kegiatan pengawasan keimigrasian. Pengawasan tersebut meliputi: (i) warga negara Indonesia yang memohon dokumen perjalanan keluar atau masuk Wilayah Indonesia, dan yang berada di luar Wilayah Indonesia; dan (ii) pengawasan terhadap lalu lintas Orang Asing yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia serta pengawasan terhadap keberadaan dan kegiatan Orang Asing di Wilayah Indonesia.
Pengawasan keimigrasian merupakan sub-sistem dari sekuriti dan intelijen keimigrasian. Eksistensi keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pengawasan keimigrasian yang baik haruslah memuat dan melaksanakan konsep sekuriti dan intelijen secara holisitik.
Direktorat Jenderal Imigrasi sebagai penjaga pintu gerbang negara dalam pelaksanaan tugasnya harus memperkirakan dan memperhitungkan hakikat ancaman yang setiap saat dapat terjadi. Lebih spesifik bagi Direktorat Intelijen Keimigrasian yang merupakan Unit Eselon I di bidang pengawasan keimigrasian, memiliki peran penting dalam sisi intelijen keimigrasian baik itu pada level pusat (kebijakan) hingga ke daerah (teknis). Kebijakan-kebijakan pengawasan keimigrasian yang dikeluarkan harus berorientasi pada sekuriti dan intelijen keimigrasian, yang tujuan akhirnya tentu menjamin keutuhan dan kedaulatan negara dari ancaman pihak asing dan domestik.
Bahan Bacaan
Buku-Buku
Ajat Sudrajat Havis, 2008, Formalitas Keimigrasian: Perspektif Sejarah, Jakarta Direktorat Jenderal Imigrasi Departemen Hukum dan HAM RI
John Sarodja Saleh, 2008, Sekuriti dan Intelijen Keimigrasian: Perspektif Lalu Lintas Antar Negara, Jakarta: Direktorat Jenderal Imigrasi Departemen Hukum dan HAM RI
Sihar Sihombing, 2013, Hukum Keimigrasian dalam Hukum Indonesia, Bandung: Nuansa Aulia
Peraturan Perundang-Undangan
UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian
PP No. 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian
Muara Enim, September 2014
M. Alvi Syahrin

[1] Teknik penguraian dalam tulisan ini menggunakan logika berpikir aduktif (aductive). Maksudnya penalaran yang menggabungkan berpikir induktif (inductive) dan deduktf (deductive). Proses yang terjadi dalam berpikir aduktif adalah abstraksi (hukum), nilai, asas hukum, konsep, dan norma hukum yang dirumuskan secara umum dalam aturan-aturan hukum positif. Kemudian dikonkritisasi (dijabarkan) dan diterapkan guna penyelesaian persoalan hukum konkrit yang dihadapi, begitu juga seterusnya secara bolak-balik dalam proses aduksi.
[2] Para pelaku kejahatan tersebut ternyata tidak dapat dipidana berdasarkan Undang-Undang Keimigrasian yang lama karena Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1992 tidak mengatur ancaman pidana bagi orang yang mengorganisasi kejahatan internasional. Mereka yang dapat dipidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 adalah mereka yang diorganisasi sebagai korban untuk masuk Wilayah Indonesia secara tidak sah.