Sunday, February 28, 2016

FORENSIK KEIMIGRASIAN, ALAT BEDAH PEMERIKSAAN PEMALSUAN PASPOR

Globalisasi: Bebas Terbatas
Hadirnya globalisasi telah memudahkan setiap orang untuk melakukan perjalanan dari suatu negara ke negara lain. Kebebasan pergerakan manusia untuk berpindah antar negara merupakan suatu hak dasar atau asasi manusia yang dijamin dalam konstitusi. Hak bermigrasi ini diatur dalam Pasal 28E UUD 1945 (Amandemen), yang menentukan bahwa: “Setiap warga negara bebas untuk .... memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”[1]
Namun untuk tertib hukum agar tidak melanggar hak orang lain, kebebasan tersebut perlu dilakukan pengaturan melalui pelbagai peraturan perundang-undangan tentang bagaimana caranya, prosedur serta persyaratan yang diperlukan. Oleh karena itu, negara perlu hadir untuk menjawab persoalan itu semua.[2] Keadaan ini harus dipandang sebagai hal yang wajar tanpa menghilangkan kewaspadaan karena tanpa disadari pasti akan membawa dampak permasalahan terutama pada lalu lintas antar negara. Hal ini dapat dimaklumi, karena harus diakui dengan adanya migrasi internasional[3] ini sedikit banyak akan membawa pengaruh baik dan buruk bagi negara tujuan.
Pemalsuan Paspor
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (selanjutnya disebut UU No. 6 Tahun 2011) menjelaskan setiap orang yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia harus memiliki dokumen perjalanan, yaitu dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dari suatu negara yang memuat identitas pemegangnya dan berlaku untuk melakukan perjalanan antar negara.[4] Tanpa memiliki surat perjalanan (paspor) yang sah dan masih berlaku, tidak seorang pun dapat diizinkan masuk atau keluar Wilayah Indonesia. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan terdapat pihak yang memiliki kepentingan tertentu untuk melakukan kejahatan pemalsuan paspor.
Pemalsuan paspor adalah kejahatan yang dilakukan dengan cara mengganti, mengubah sebagian atau secara keseluruhan dari sebuah paspor atau menggunakan informasi palsu untuk menerima paspor. Kejahatan ini sering digunakan untuk mendapatkan izin masuk secara ilegal ke suatu negara, dan juga terkait dengan kejahatan internasional seperti perdagangan narkoba dan terorisme. [5]
Banyak negara yang memiliki hukuman sangat ketat untuk siapa pun yang didakwa memalsukan paspor, dengan hukuman penjara dalam waktu yang lama atau deportasi. Ada banyak alasan yang berbeda seseorang melakukan pemalsuan paspor. Beberapa paspor digunakan untuk memasuki sebuah negara secara ilegal untuk bekerja atau bertempat tinggal. Mereka menghindari aparat penegak hukum dan deteksi agar dapat menggunakan paspor palsu saat bepergian.
Paspor palsu atau dokumen yang diperoleh secara ilegal juga digunakan oleh orang yang mencoba untuk masuk ke suatu negara untuk tujuan kejahatan yang dilakukannya, seperti tindakan teroris atau penyelundupan narkoba. Penipuan jenis ini dapat dilakukan dalam berbagai cara yang berbeda. Seseorang mungkin mencuri atau membeli blanko paspor asli dan kemudian mengubah foto, informasi identitas, dan masa habis berlakunya agar sesuai dengan tujuan mereka. Beberapa modus pemalsuan dengan menciptakan paspor yang sepenuhnya palsu, meskipun ini mungkin lebih mudah untuk diungkap karena mereka biasanya tidak akan menerakkan watermark atau fitur-fitur keamanan yang terdapat dalam paspor asli.[6] Terkadang, seseorang mendapatkan paspor asli dengan menyerahkan dokumen-dokumen yang dipalsukan dalam proses aplikasi, seperti KTP, akte kelahiran atau identitas palsu lainnya.
Hukuman bagi penipuan paspor berbeda disetiap negara, di Amerika Serikat menurut U.S. Department of State, pemalsuan paspor dan visa adalah tindakan kriminal yang dapat dihukum sampai 10 tahun penjara dan denda sebesar $ 250.000. Hukuman penjara maksimum dapat menjadi 15 tahun jika pelanggaran terhubung ke perdagangan narkoba, dan 20 tahun jika dihubungkan dengan terorisme. Di Australia, hukuman termasuk sepuluh tahun penjara dan denda sampai $ 170.000 dolar Australia (Australia Government Department of Foreign Affairs and Trade). Sedangkan di Indonesia ancaman hukuman bagi pelaku pemalsuan paspor diatur dalam Pasal 126, 127 dan 129 Undang-undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, dengan ancaman hukuman penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). [7]
Meskipun biaya penipuan biasanya dibebankan kepada orang yang menggunakan paspor palsu, namun siapa pun yang terlibat dalam proses pembuatan atau memperoleh paspor palsu dapat bertanggung jawab atas tindakan kriminal. Setiap orang yang membuat paspor palsu, menjual paspor curian atau paspor yang telah habis masa berlakunya, atau membantu orang asing ilegal dalam mendapatkan paspor palsu dan visa juga dapat dikenakan hukuman. Karena pemalsuan paspor dianggap ancaman besar bagi keamanan nasional, membantu dan bersekongkol merupakan kejahatan yang harus dikenai hukuman berat.
Motif Penggunaan Dokumen Palsu
Penggunaan dokumen palsu merupakan salah satu cara bagi pelaku kejahatan melakukan upaya untuk menutupi identitas aslinya.  Sedangkan pemalsuan identitas juga berarti penggunaan identitas palsu, dokumen, atau yang dianggap sebagai identitas untuk tujuan melakukan kejahatan. hal ini juga mencakup identitas orang lain yang menggunakan dokumen bukan miliknya dengan mengubah identitas pribadi tertentu.
Dalam konteks dokumen perjalanan (paspor) yang memuat jati dirinya seperti identitas, kebangsaan serta catatan permohonan didalamnya untuk mendapatkan perlindungan selama melakukan perlintasan atau kunjungan maka penggunaan dokumen perjalanan palsu digunakan untuk dapat melintasi perbatasan wilayah antar negara. Dokumen perjalanan memiliki catatan yang diperlukan bagi siapa saja yang akan melakukan perjalanan lintas negara, hal ini untuk menerangkan status keimigrasian, jejak perjalanan penumpang dan catatan administrasi dari negara asal dan negara tujuan sehingga dokumen perjalanan bersifat memberikan informasi legalitas seseorang berdasarkan hukum yang dapat digunakan untuk keperluan di negara tujuan. Dokumen perjalanan palsu berarti dokumen yang tidak bisa memberikan jaminan apapun bagi pemegangnya karena berdasarkan hukum keberadaan dokumen perjalanan tersebut tidak sah sesuai hukum karena tidak memenuhi syarat dokumen yang benar yaitu asli dan digunakan oleh orang yang berhak.
Tujuan penggunaan dokumen palsu diantaranya adalah;
1.    Mengubah Identitas, penggunaan dokumen palsu acapkali dimasukkan kedalam daftar pencarian orang (DPO). orang-orang tersebut mencoba mengindari penggunaan identitas aslinya, selain itu dengan menggunakan identitas palsu maka mereka dapat memperoleh manfaat dan keuntungan yang sebetulnya tidak dimiliki orang tersebut.
2.      Untuk melintasi perbatasan internasional, bagi para migran ilegal, pedagang narkoba, pelaku terorisme dan pelaku subversi acapkali harus melintasi perbatasan internasional untuk melaksanakan profesi mereka. Migran ilegal memerlukan dokumen untuk meninggalkan satu negara dan memasuki negara lain, pedagang narkoba membawa narkoba dari satu negara ke negara lainnya. Banyak pelaku kriminal yang terlibat dengan sindikat kejahatan internasional dan transaksi multinasional. Teroris dan pelaku subversi biasanya menyelenggarakan aksinya diluar negaranya. hal ini membuktika adanya kebutuhan orang-orang ini dalam melakukan kegiatan kejahatan mereka.
Apa itu Forensik ?
Kata forensik berasal dari bahasa latin forensis yang berarti “dari luar” dan serumpun dengan kata forum yang berarti “tempat umum”.[8] Ilmu forensik (biasa disingkat forensik) adalah sebuah penerapan dari berbagai ilmu pengetahuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang penting untuk sebuah sistem hukum yang mana hal ini mungkin terkait dengan tindak pidana. Namun disamping keterkaitannya dengan sistem hukum, forensik umumnya lebih meliputi sesuatu atau metode-metode yang bersifat ilmiah (bersifat ilmu) dan juga aturan-aturan yang dibentuk dari fakta-fakta berbagai kejadian, untuk melakukan pengenalan terhadap bukti-bukti fisik (contohnya mayat, bangkai, dokumen dan sebagainya). Atau untuk pengertian yang lebih mudahnya, ilmu forensik adalah ilmu untuk melakukan pemeriksaan dan pengumpulan bukti-bukti fisik yang ditemukan di tempat kejadian perkara dan kemudian dihadirkan di dalam sidang pengadilan.[9]
Sejarah Forensik[10]
Zaman dahulu praktek ilmu forensik standar belum dikenal, penyelidikan dan pengadilan pidana mengandalkan pengakuan paksa dan keterangan saksi. Namun sumber-sumber kuno berisi beberapa konsep ilmu forensik yang dikembangkan berabad-abad kemudian, seperti tentang Archimedes (287-212 SM), bagaimana ia menemukan metode untuk menentukan volume suatu benda dari bentuk yang tidak teratur. Tulisan ilmu forensik yang pertama kali terdapat dalam kitab Xi Yuan Lu yang ditulis pada Dinasti Song Cina oleh Song Ci (1186-1249) pada tahun 1248 mengenai metode obat-obatan dan entomologi untuk memecahkan kasus pidana. Buku ini juga berisi tentang cara untuk membedakan antara tenggelam (paru-paru) dan cekikan (patah leher), bersama dengan bukti lain dari pemeriksaan mayat dapat menentukan apakah kematian disebabkan oleh pembunuhan, bunuh diri atau kecelakaan.
Pada abad ke-16 praktisi medis Eropa di militer dan universitas mulai mengumpulkan informasi tentang penyebab dan cara kematian. Ambroise Pare, seorang ahli bedah tentara Perancis, mempelajari secara sistematis efek kematian akibat kekerasan pada organ internal. Dua ahli bedah Italia, Fortunato Fidelis dan Paolo Zacchia, meletakkan dasar patologi yang modern dengan mempelajari perubahan yang terjadi dalam struktur tubuh akibat penyakit. Pada akhir abad ke-18, tulisan tentang topik ini mulai muncul. Ini termasuk A Treatise on Forensic Medicine and Public Health oleh dokter Prancis Fodéré dan The Complete Sistem of Police Medicine oleh ahli medis Jerman Johann Peter Franck.
Pada tahun 1773 seorang ahli kimia Swedia Carl Wilhelm Scheele menemukan cara untuk mendeteksi oksida arsenous, arsenik sederhana pada mayat meskipun dalam jumlah besar. Penelitian ini diperluas pada tahun 1806 oleh kimiawan Jerman Valentin Ross yang mempelajari untuk mendeteksi racun pada dinding perut korban dan oleh kimiawan Inggris James Marsh yang menggunakan proses kimia untuk membuktikan arsenik sebagai penyebab kematian pada sidang pembunuhan tahun 1836. Dua contoh awal ilmu forensik Inggris dalam proses hukum individu menunjukkan meningkatnya penggunaan logika dan prosedur dalam investigasi kriminal. Kemudian pada abad ke-20 beberapa patolog Inggris, Bernard Spilsbury, Francis Camps, Sydney Smith dan Keith Simpson merintis metode ilmu forensik baru di Inggris. Pada tahun 1909 Rodolphe Archibald Reiss mendirikan sekolah pertama ilmu forensik di dunia: Institut de polisi scientifique dari University of Lausanne (UNIL) dan hingga kini ilmu forensik terus berkembang.
Cabang Ilmu Forensik[11]
Pada saat ini ilmu forensik telah berkembang menjadi beberapa cabang ilmu, dan dikelompokkan menjadi empat divisi umum yang mempunyai subdivisi masing-masing, antara lain :
1.      Physiological Sciences
Yaitu terdiri dari, Forensic Anthropology, Forensic Archaeology, Forensic Odontology, Forensic Entomology, Forensic Pathology, Forensic Botany, Forensic Biology, Forensic DNA Profiling, Forensic Bloodstain Pattern Analysis, Forensic Chemistry, Forensic Osteology.
2.      Social Science
Yaitu terdiri dari, Forensic Psychology, Forensic Psychiatry.
3.      Forensic Criminalistics
Yaitu terdiri dari, Ballistics, Ballistic Fingerprinting, Body Identification, Fingerprint Analysis, Forensic Accounting, Forensic Arts, Forensic Footwear Evidence, Forensic Toxicology, Gloveprint Analysis, Questioned Document Examination, Vein Matcing.
4.      Digital Forensic
Yaitu terdiri dari, Computer Forensic, Forensic Data Analysis, Database Forensic, Mobile Device Forensic, Network Forensic, Forensic Video, Forensic Audio.
Dari sekian banyak cabang ilmu forensik, yang berkaitan langsung dengan keimigrasian yaitu forensik dokumen (questioned document examination), karena dokumen merupakan core business imigrasi. Forensik dokumen merupakan salah satu cabang ilmu forensik pada forensik kriminalitas yang menganalisa, mengidentifikasi, meneliti dan membuktikan keaslian suatu dokumen dengan pembuktian secara metode ilmiah dan berbagai proses. Pembuktian dapat dilakukan berdasarkan tulisan, tanda tangan, tinta yang digunakan, jenis kertas yang dipakai, cap, stempel dan sebagainya. Tugas umum lainnya termasuk menentukan apa yang terjadi pada dokumen, menentukan kapan dokumen diproduksi, atau memberikan informasi tentang dokumen yang telah dikaburkan, dilenyapkan atau dihapus.
Banyaknya perkembangan kasus paspor palsu dan penggunaan dokumen palsu lainnya menuntut petugas imigrasi harus memahami benar bagaimana teknis pengetahuan forensik dapat dikembangkan di dalam organisasi imigrasi untuk membantu tugas-tugas keimigrasian.
Forensik Dokumen[12]
Bidang forensik dokumen forensik adalah salah satu disiplin tertua dalam ilmu forensik.  Pemalsuan sudah dipraktekkan dari dahulu kala disetiap negara di saat kegiatan menulis menjadi salah satu media utama dalam berkomunikasi. Aturan untuk mengidentifikasi dan membandingkan tulisan-tangan dapat ditelusuri kembali pada hukum Romawi dibawah Kode Justinian. Dengan demikian, identifikasi dan deteksi pemalsuan tulisan-tangan mendahului sebagian besar bentuk lain dari ilmu forensik selama berabad-abad.
Pemalsuan atau forgery terutama pada dokumen- dokumen penting, telah ada sejak munculnya penulisan tangan juga saat kertas digunakan untuk transaksi keuangan. Hukum menentang pemalsuan dokumen dapat ditelusuri sebelum abad ke-8 saat Roma melarang pemalsuan dokumen kepada ahli waris. Di Amerika Serikat, undang-undang pemerintah federal mengenai pemalsuan melarang penyalahgunaan, pemalsuan dokumen, atau perubahan untuk setiap penulisan untuk tujuan memperoleh keuntungan finansial, berlaku sejak tahun 1823. Selanjutnya The American Law Institutes  Model Penal Code tahun 1962 disederhanakan dan dijabarkan unsur-unsur pemalsuan yang kemudian menjadi standar pendefinisian tindak pidana pemalsuan.
Meskipun pemeriksaan dokumen telah lama diakui sebagai suatu disiplin ilmu forensik, pengadilan mulai meneliti legitimasi identifikasi tulisan-tangan pada 1990-an. Dalam kasus tahun 1995, pengadilan di Amerika mendengarkan kesaksian yang mengkritik keandalan dan dasar ilmiah pemeriksaan tulisan-tangan. Pengadilan memutuskan bahwa kesaksian pemeriksa dokumen adalah teknis di alam dan tidak ilmiah. Hasilnya adalah banjir studi empiris pada akhir tahun 1990 dan memasuki awal abad ke-21 yang mendukung asumsi bahwa pemeriksa dokumen telah memiliki dasar pemikiran ilmiah yang bisa dipertanggung jawabkan. Salah satu studi lebih meyakinkan mendukung sifat ilmiah pemeriksaan dokumen forensik adalah pekerjaan identifikasi tulisan-tangan di Universitas of Excellence New York untuk Analisis Dokumen yang didanai oleh National Institute of Justice. Hasilnya adalah program perangkat lunak komputer yang mampu mengenali fitur tertentu tulisan-tangan dan memberikan kemungkinan yang cocok dari database tulisan-tangan. Serupa dengan Sidik jari Identification Sistem.
Forensik dokumen atau yang juga dikenal dengan istilah Questioned Document Examination (QDE) merupakan disiplin ilmu forensik yang berkaitan dengan dokumen yang (mungkin) sedang dalam sengketa di pengadilan hukum. Tujuan utama dari forensik dokumen adalah untuk menjawab pertanyaan tentang dokumen  yang dipertanyakan menggunakan  proses dan  metode  ilmiah.  Disiplin  ini  dikenal dengan banyak nama, termasuk forensic document examination (pengujian dokumen forensik), document examination (pemeriksaan dokumen), handwriting examination (pemeriksaan tulisan tangan), atau kadang-kadang handwriting analysis (analisis tulisan tangan).
Dokumen Palsu
Dokumen dapat disebut sebagai obyek yang merekam informasi dengan tidak memandang media maupun bentuknya.  Artinya dokumen dapat berbentuk apa saja asalkan dapat memberikan informasi yang merupakan representasi dari sesuatu yang disertainya.
Dalam pengertian lain, dokumen adalah keterangan yang mayakinkan atau warkat yang dipergunakan sebagai bahan pembuktian atau untuk mendukung suatu hal dan biasanya berupa arsip penting dan asli. Menurut pengertian ini  dokumen sebagai media yang memberikan keterangan biasanya berupa arsip yang asli. Artinya dokumen memiliki syarat-syarat tertentu sehingga memiliki legitimasi bagi pemegangnya, syarat tersebut yaitu asli dan digunakan oleh yang berhak menggunakan.
Sedangkan dokumen palsu adalah dokumen yang telah mengalami perubahan secara keseluruhan atau sebagian atau merupakan duplikat yang menyerupai dari bentuk aslinya atau dokumen asli yang digunakan oleh yang bukan berhak. Semua hal yang berbentuk dokumen dapat dipalsukan, karena pada dasarnya setiap dokumen memiliki daya tarik komersil untuk dipalsukan kemudian diperdagangkan di pasar gelap. Hal ini karena sifat dokumen yang memiliki keistimewaan yaitu dapat memberikan hak dan kewajiban kepada pemegangnya atau yang disertainya.
Dari batasan konsep ini maka yang termasuk dalam definisi dokumen perjalanan palsu adalah:
a.   Dokumen asli yang diperoleh secara tidak sah menggunakan data palsu atau tidak benar (fraudulent);
b.      Dokumen asli yang telah mengalami perubahan (alteration);
c.      Dokumen yang seluruhnya dibuat palsu mirip dengan aslinya (counterfeit);
d.      Dokumen asli yang digunakan oleh orang lain (impostor).


Palsu seluruhnya
Palsu datanya
Palsu sebagian
Palsu penggunanya
Counterfeit




Fraudulent




Alteration




Impostor




Tabel 1. Jenis Pemalsuan Dokumen

Dokumen perjalanan memiliki jenis yang berbeda sehingga terkadang pemegangnya akan mendapatkan prioritas dan perlakuan berbeda. Jenis dokumen perjalanan yaitu; Paspor (biasa, dinas, diplomatik) dan Surat Perjalanan Laksana Paspor.

Oleh karena itu bentuk-bentuk pemalsuan dokumen sangat beragam seiring dengan karakter dokumen dan kegunaan dokumen tersebut. Semakin berharga dokumen maka biasanya akan semakin diminati para pemalsu untuk dapat memalsukan walaupun sulit. Akan tetapi semakin berharga sebuah dokumen terutama proses untuk memperolehnya tidak mudah akan semakin diminati para pelaku pemalsuan dokumen. Para pemalsu akan berusaha mencari metode baru untuk membuat atau memodifikasi dokumen sehingga bisa digunakan atau di jual dipasar gelap dengan harga yang mahal. Contohnya ketika tidak ada cara lagi untuk dapat membuat paspor palsu maka sindikat menggunakan paspor asli yang didapatkan dari pasar gelap (biasanya dari hasil curian atau paspor yang hilang) dan dijual kepada orang yang mirip dengan foto pemegang paspor asli tersebut. Hal ini akan semakin menyulitkan karena paspor yang digunakan asli tetapi penggunanya orang lain yang memiliki wajah mirip. Istilah keimigrasian pada metode ini adalah Impostor.

Proses Pemeriksaan Dokumen Keimigrasian Palsu
Proses pemeriksaan dokumen keimigrasian di Laboratorium Forensik Keimigrasian adalah sebagai berikut:
a.    Observe, yaitu mengamati apa yang terlihat pada sebuah dokumen
Dokumen yang diterima oleh Laboratorium Forensik Keimigrasian akan diamati dengan menggunakan Video Spectral Comparator 4c (VSC4c) dan hasil pengamatan yang berupa gambar akan disimpan dalam komputer.
a.      Infer, yaitu memperkirakan arti dari hasil pengamatan
Bila ditemukan suatu kejanggalan dalam hasil pengamatan sebelumnnya, akan diperkirakan apakah kejanggalan itu akibat dari adanya pemalsuan, akibat produksi yang kurang baik, cara penyimpanan yang tidak baik, atau hal-hal lain.
b.      Research, yaitu meneliti dengan lebih mendalam hasil dari perkiraan sebelumnnya.
Bagian dokumen yang memiliki kejanggalan tersebut akan diperiksa dengan lebih teliti.
c.      Deduce, yaitu menyimpulkan hasil pemeriksaan.
Pada tahap ini disimpulkan dokumen tersebut asli atau palsu.
Perlu diketahui, tidak sedikit proses pemeriksaan dokumen keimigrasian palsu dilaksanakan dengan cara manual tanpa alat, hal ini bisa saja dilakukan akan tapi tidak maksimal, kemampuan indera manusia terbatas oleh karena itu untuk memaksimalkan potensi petugas imigrasi maka mereka perlu dibekali dengan alat. Kasus pemalsuan dan penggunaan dokumen keimigrasian palsu setiap saat terus terjadi di tengah-tengah pelayanan keimigrasian. Sarana laboratorium forensik dokumen dibutuhkan tidak hanya di pusat, tapi juga di daerah.
Pemeriksaan dokumen dilakukan berdasarkan level tingkatan pemeriksaan. Level tersebut dibagi berdasarkan fitur pengamannya, tempat, waktu, dan kewenangan pemeriksaan.
Berdasarkan fitur pengaman dokumen, pemeriksaan dikategorikan menjadi tiga tingkatan, yaitu:[13]
a.      Primer (Terbuka)
Yaitu, pada tingkatan ini tidak ada peralatan yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi fitur pengaman. Misalnya, watermark dapat dilihat dengan mata telanjang dan sinar di belakang kertas.
b.      Sekunder (Semi - Rahasia)
Peralatan dasar dibutuhkan untuk memverifikasi fitur pengaman. Misalnya, kaca pembesar untuk membaca garis microprint yang tercetak pada halaman.
c.      Tersier (Tertutup)
Perlengkapan spesial (Special Equipment) diperlukan untuk mengotentikasi fitur pengaman dokumen tingkat ini. Misalnya, peralatan laboratorium yang diperlukan untuk mendeteksi perbedaan tinta dalam penyinaran inframerah, penyerapan tinta dan pewarnaan yang berbeda.
Berdasarkan tempat, waktu dan kewenangan pemeriksaan dokumen, terdapat tiga tingkatan pemeriksaan dokumen dimana terdapat keterseinambungan proses antar tingkat level. Misalnya tingkat pertama harus harus mengarahkan pemeriksaan ke tingkat berikutnya jika kecurigaan tidak dapat dikonfirmasi tanpa peralatan tambahan atau dalam rangka pemeriksaan ilmiah atau penyelidikan. Tingkatan tersebut, yaitu:[14]
a.      Level 1 - Pendeteksian
Padal level ini titik kontak pertama antar petugas dengan dokumen. Ditandai dengan gejala awal adanya ketidakberesan saat pertama kali terdeteksi, adanya keterbatasan atau tidak adanya peralatan standar, dan pendeteksian sangat bergantung pada pengetahuan dan keterampilan petugas pemeriksa. Level ini terdapat di Konter pemeriksaan petugas di TPI dan konter petugas Loket penerimaan persyaratan paspor atau pada loket wawancara permohonan paspor.
b.      Level 2 - Penilaian           
Pada level ini pemeriksaan dokumen dilakukan setingkat lebih tinggi. Dimana pada tahap ini ditubutuhkan lebih banyak keterampilan dan pengalaman. Peralatan dasar juga dibutuhkan untuk menilai dokumen dan petugas pada level ini akan membuat keputusan tentang apakah dokumen tersebut bermasalah atau tidak.
Jika pada level ini hasilnya masih tidak meyakinkan, atau pemeriksaan yang lebih rinci diperlukan lebih lanjut maka pemeriksaan dokumen dapat meningkat ke level tingkat selanjutnya.
c.      Level 3 - Investigasi
Pada level ini diperlukan seorang petugas yang berkualitas dan berpengalaman yang dapat mengoperasikan peralatan laboratorium khusus pemeriksaan dokumen. Petugas Laboratorium memeriksa aspek fisika dan kimia yang ada pada dokumen yang mencurigakan. Penelitian dan hasil referensi silang dibuat untuk membantu dalam pengumpulan informasi intelijen. Pada tahap ini dihasilkan laporan tertulis yang digunakan dalam pembuktian di pengadilan. Dengan dukungan peralatan tersebut petugas mampu menyajikan bukti-bukti temuan dan member kesaksian di pengadilan jika diperlukan.
Sebagian besar kasus pemalsuan dan penggunaan dokumen palsu terjadi di tingkat UPT di daerah tempat pelayanan keimigrasian. Dan pada kenyataannya hanya sedikit sekali jumlah kasus pemalsuan dan penggunaan dokumen palsu yang diteruskan ke ranah projustitia. Hal ini dikhawatirkan akan meniadakan efek jera bagi para pelaku tindak kejahatan tersebut serta melemahkan peran imigrasi yang memiliki perangkat (Penyidik PNS). Dengan tidak adanya alat bantu pertugas dilapangan tidak memiliki pola penanganan terstruktur dan sistematis terhadap kasus pemalsuan dan penggunaan dokumen palsu dan hanya berpedoman pada kebiasaan-kebiasan tidak ilmiah yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.



Tangerang,  Februari 2016
M. Alvi Syahrin



[1] M. Alvi Syahrin, Bhumi Pura. Dalam sistem hukum Indonesia, hak berpindah (bemigrasi) ini diatur dalam Pasal 2 UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian disebutkan: “Setiap warga negara Indonesia berhak melakukan perjalanan masuk dan keluar wilayah Indonesia”. Sehingga dapat dipahami, kebebasan untuk bergerak melintas atau berpindah antar negara (hak berimigrasi) merupakan hak asasi manusia yang mendasar. Lihat dalam, M. Alvi Syahrin, Hak Asasi Bermigrasi, Majalah Bhumi Pura, November 2015, Jakarta Direktorat Jenderal Imigrasi, hlm. 45-48.
Batasan dan pembagian bidang, jenis, dan macam HAM dunia mencakup enam kelompok. Pertama, hak asasi pribadi (personal rights). Termasuk di dalamnya adalah hak kebebasan untuk bergerak, hak berpergian dan berpindah-pindah tempat (hak bermigrasi), hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat, hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan, serta hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing. Periksa juga http://muhammadalvisyahrin.blogspot.co.id/2014/11/imigran-ilegal-dan-ham-universal.html, diakses pada hari Sabtu (30/01/2016), pukul 15.54 WIB.
Bandingkan dengan M. Arif Nasution. 1999. Globalisasi dan Migrasi Antar Negara. Bandung: Penerbit Alumni, hlm. 11
[2] M. Alvi Syahrin, Loc. cit.., Hak berpindah tidak dapat dilaksanakan secara frontal. Hak tersebut berkaitan dengan kedaulatan dan hukum  yang mengikat dari suatu negara. Setiap negara memiliki standar hukum yang berbeda untuk melindungi kepentingannya.
[3] M. Alvi Syahrin, Imigran Ilegal, Migrasi atau Ekspansi?, Majalah Check Point, Edisi 3, Oktober 2015, Jakarta: Akademi Imigrasi, hlm. 29-31. Lihat juga, Chotib, Migrasi: Kajian Kependudukan dan Ketenagakerjaan, Program Pascasarjana Universitas Indonesia, hlm. 68.
Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melewati batas administratif (migrasi internal) atau batas politik/negara (migrasi internasional). Dengan kata lain, migrasi diartikan sebagai perpindahan yang relatif permanen dari suatu daerah (negara) ke daerah (negara) lain. Ada dua dimensi penting dalam penelaahan migrasi, yaitu dimensi ruang/daerah (spasial/locus) dan dimensi waktu (tempus).
Jenis-jenis migrasi mencakup dua bidang. Pertama, migrasi internasional, yaitu perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lain. Migrasi ini lazim dilakukan oleh para pengungsi dan para pencari suaka internasional yang melewati dan menduduki suatu negara tertentu. Kedua, migrasi internal, yaitu perpindahan yang terjadi dalam satu negara, misalnya antar provinsi, antar kota/kabupaten, migrasi perdesaan ke perkotaaan atau suatu administratif lainnya yang lebih rendah daripada tingkat kabupaten, seperti kecamatan, kelurahan, dan seterusnya. Jenis migrasi ini terjadi antar unit administratif dalam satu negara. Seseorang dikatakan migran, jika dia tinggal di tempat yang baru atau berniat tinggal di tempat yang bari itu paling lama enam bulan lamanya.
[4] Baca Indonesia. Undang-Undang tentang Keimigrasian. UU No. 6 Tahun 2011. LN Tahun 2011 Nomor 52, Pasal 8
[5] M. Alvi Syahrin, Reorientasi Fungsi Imigrasi Indonesia: Kembalikan ke Fitrah Penjaga Gerbang Negara, Majalah Bhumi Pura, September 2015, Jakarta: Direktorat Jenderal Imigrasi, hlm. 36-40
Ditengah arus globalisasi yang semakin meningkat, diperlukan lembaga Imigrasi yang fokus dan berkonsentrasi dalam menjaga kedaulatan negara. Tidak sedikit orang asing yang masuk wilayah Indonesia yang membawa motif tertentu, apakah itu sebagai agen human traficking, bandar narkoba, agen mata-mata negara lain (spyonase), dan sebagainya. Hal ini apabila tidak segera diantisipasi tentu akan menjadi permasalahan besar di kemudian hari. Faktanya, Indonesia cenderung lemah dalam mengawasi kegiatan orang asing di wilayah Indonesia, bahkan terlalu toleran kepada mereka Oleh karenanya menjadi suatu keniscayaan apabila fungsi imigrasi di bidang penegakan hukum harus lebih dimaksimalkan.
Baca juga, Sigit Setiawan, Dokumen Sebagai Core Business Imigrasi, Direktorat Intelijen Keimigrasian, hlm. 9. Dokumen perjalanan palsu sering kali digunakan oleh; (1) pedagang obat terlarang, (2) pelaku perdagangan manusia, (3) pekerja ilegal, (4) penyelundupan, (5) terorisme, (6) pelaku tindak pidana subversif atau koruptor. Mereka inilah yang menyuburkan aksi pemalsuan dokumen perjalanan karena mereka menyadari bahwa dengan dokumen palsu yang dimiliki, mereka dapat leluasa untuk melancarkan aksi kriminal mereka di mana-mana
[6] Prenardi Herdiyana, 2013, Peranan Laboratorium Forensik Keimigrasian Direktorat Jenderal Imigrasi Dalam Pemeriksaan Dokumen Keimigrasian Palsu, Kertas Kerja Perorangan, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM RI, Akademi Imigrasi, hlm. 2
[7] Ibid.
[8] Forensic Science, diakses dari http://en.wikipedia.org/wiki/Forensic_science, diakses pada Minggu (15/11/2015), pukul 08.20 WIB
[9] Sigit Setiawan, Dokumen Sebagai Core Business Imigrasi., Direktorat Intelijen Keimigrasian, hlm. 35; 2012. Lihat juga Sigit Setiawan, 2012, Pemeriksaan Dokumen Palsu dan Impostor. Laboratorium Forensik Keimigrasian, hlm. 7
[10] Prenardi Herdiyana, Op. cit., Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM RI, Akademi Imigrasi, hlm. 9
[11] Ibid.

[12] Sigit Setiawan, Dokumen Sebagai Core Business Imigrasi., Direktorat Intelijen Keimigrasian, hlm. 16-25; Lihat juga Anonim, Pemeriksaan Dokumen Modern, Direktorat Intelijen Keimigrasian, hlm. 31
[13] Anonim. 2007. Pemeriksaan Paspor. Jakarta: Direktorat Lintas Batas dan Kerjasama Luar Negeri, Direktorat Jenderal Imigrasi, hlm. 47
[14] Ibid.