Monday, June 27, 2016

PENGUATAN FUNGSI LABORATORIUM FORENSIK KEIMIGRASIAN


Wujud Kepedulian

Dibuatnya tulisan ini merupakan wujud kepedulian penulis terhadap keberadaan Laboratorium Forensik Keimigrasian, Direktorat Intelijen Keimigrasian. Di saat bertugas di Direktorat Intelijen Keimigrasian, Subdit Produk Intelijen Keimigrasian, penulis merasakan minimnya kontribusi yang diberikan Laboratorium Forensik Keimigrasian dalam mengungkap kasus pemalsuan dokumen keimigrasian.
Mulai dari persoalan sumber daya manusia, instrumen forensik, dan pedoman kerja, menjadi persoalan klasik yang harus dihadapi. Di tengah meningkatknya arus globalisasi, penulis mengharapkan tulisan ini dapat menjadi momentum untuk mengembalikan marwah Laboratorium Forensik Keimigrasian sebagai lembaga ilmiah dalam melakukan pemeriksaan pemalsuan dokumen keimigrasian di Indonesia.
Historia Laboratorium Forensik Keimigrasian
Pada tahun 2003, dibentuklah Laboratorium Forensik Keimigrasian, hasil kerja sama antara pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Direktorat Jenderal Imigrasi dengan pemerintah Australia yang diwakili oleh DIMIA (Department of Immigration, Indigenous and Multicultural Affairs). Pada awalnya berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.04.PR.07.10 tahun 2004 tentang Organisasi Tata Kerja Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Laboratorium Forensik Keimigrasian berada dibawah Direktorat Penindakan Keimigrasian dan Rumah Detensi.


Kemudian, karena berperan sebagai bagian dari sistem pencegahan dan pengembangan penyelidikan dan pengumpulan bahan informasi dalam mengambil tindakan hukum, maka sesuai Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor: M.03-PR.07.10 tahun 2005 tanggal 7 Desember, Laboratorium Forensik Keimigrasian ditempatkan pada Direktorat Intelijen Keimigrasian dibawah Sub Direktorat Produksi Intelijen Keimigrasian.
Berdiri sejak tiga belas tahun yang lalu, Laboratorium Forensik Keimigrasian memiliki peran untuk turut serta dalam menjaga keamanan dan kepentingan negara dari orang-orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia, baik yang membahayakan atau memberikan manfaat bagi pembangunan negara. Diperlukan penguatan sebuah rancangan kerja dan manajemen pengelolaan secara profesional dan sistematis, sehingga Laboratorium Forensik Keimigrasian dapat secara maksimal menjadi salah satu bagian terpenting bagi keberhasilan tujuan institusi Imigrasi Indonesia.
Peranan Laboratorium Forensik Keimigrasian
Tugas Laboratorium Forensik Keimigrasian sesuai dengan Pasal 624 ayat (3) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor 29 Tahun 2015 tentang Organisasi Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan koordinasi kebijakan, bimbingan teknis, supervisi serta pelaksanaan kebijakan di bidang pendeteksian dokumen keimigrasian, pengumpulan, dan pemeliharaan dan pengelolaan perangkat laboratorium forensik.
Sebagai lembaga formal sah yang memeriksa keabsahan suatu dokumen keimigrasian, Laboratorium Forensik Keimigrasian tidak hanya memiliki peran forensik semata, tetapi juga edukasi, intelijen, dan penegakan hukum. Peranan ini memiliki keterkaitan satu dan yang lain, yang kemudian menjadikan lembaga ini memiliki arti penting dalam menunjang fungsi keimigrasian secara holisitik.
Peranan tersebut harus dilaksanakan oleh petugas secara objektif. Cyril Wecht, seorang Ahli Forensik Amerika mengutarakan: “Forensic scientists are not policemen. We are scientists. We deal with these matters objectively. We do not (act) on our suspicion.” Seorang petugas laboratorium forensik, bukan sekedar Petugas Imigrasi yang memiliki kemampuan teknis semata, tapi juga harus memiliki kemampuan layaknya seorang ilmuwan. Ilmuwan yang objektif dan tidak bertendensi pada anggapan semata.
Edmon Locard, pencetus ilmu forensik atau yang lebih dikenal sebagai “The Sherlock Holmes of France” menjelaskan: Every Contact leaves its trace. Setiap kejahatan meninggalkan jejak. Jejak itulah yang kemudian dapat diteliti secara ilmiah oleh Laboratorium Forensik Keimigrasian. Begitu pentingnya lembaga ini untuk mengungkap peristiwa kriminal, membuat perannya menjadi sangat vital.
Saat ini, hampir semua proses pembuktian paspor palsu dilakukan di Laboratorium Forensik Keimigrasian pada Direktorat Intelijen Keimigrasian. Hal ini terjadi dikarenakan tidak semua Tempat Pemeriksaan Imigrasi dan Kantor Imigrasi memiliki sarana Laboratorium Forensik yang memadai dan minimnya ilmu pengetahuan forensik dokumen bagi petugas.
Minimnya Kuantitas dan Kualitas Sumber Daya Manusia
Saat ini jumlah petugas imigrasi yang bertugas di Laboratorium Forensik Keimigrasian hanya 2 (dua) orang, yang terdiri dari 1 (satu) Kepala Seksi dan 1 (satu) orang Pejabat Imigrasi. Kuantitas ini tentu sangat tidak ideal mengingat jumlah permohonan pemeriksaan paspor cukup meningkat tajam setiap tahunnya. Tahun 2014 jumlah permohonan yang masuk berjumlah enam kasus dan Tahun 2015 berjumlah sembilan kasus.


Perlu diketahui hingga saat ini masih ada lebih dari seratus paspor yang harus dilakukan pemeriksaan oleh Laboratorium Forensik Keimigrasian. Paspor tersebut merupakan kiriman dari Tempat Pemeriksaan Imigrasi besar yang mayoritas telah dipalsukan  baik sebagian atau keseluruhan oleh pemegangnya.
Hal inilah yang harus diantisipasi secara serius. Dengan jumlah petugas yang sedikit, maka akan mempengaruhi kinerja dari Laboratorium Forensik Keimigrasian ke depannya. Sebagai contoh untuk pemeriksaan dokumen palsu dibutuhkan proses panjang dari awal pemeriksaan hingga pelaporan dan pengarsipan yang tidak bisa dilakukan hanya satu petugas. Tentu, kondisi ini dapat menghambat kinerja Laboratorium Forensik Keimigrasian dalam memberikan pelayanan yang tepat waktu dan terukur dalam penyajian produk intelijen keimigrasian


Selain itu juga perlu dilakukan peningkatan kualitas kompetensi petugas imigrasi yang menaruh minat terhadap bidang forensik keimigrasian. Harus diakui, forensik keimigrasian bukanlah kajian yang menarik. Namun dibalik hal tersebut, hanya dengan metode forensik keimigrasian lah maka kita dapat mengungkap kasus-kasus pemalsuan paspor setiap warga negara. Mengingat telah diberlakukannya kebijakan Bebas Visa Kunjungan dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), maka potensi pemalsuan paspor akan meningkat tajam. Sehingga penambahan kuanitas dan peningkatan kualitas petugas Imigrasi di Laboratorium Forensik Keimigrasian menjadi suatu keniscayaan.
Sarana dan Prasarana Belum Representatif
Sebagai pusatnya pemeriksaan paspor di Indonesia, Laboratorium Forensik Keimigrasian perlu didukung dengan peningkatan sarana dan prasarananya. Saat ini Laboratorium Forensik Keimigrasian menempati ruangan yang belum cukup untuk memenuhi standar sebuah laboratorium forensik. Walaupun untuk beberapa instrumen sudah cukup baik, seperti Video Spectral Comperator (VSC) 400, Leica Discussion Stereomicroscope, dan Labino Light, namun kualitasnya perlu ditingkatkan. Sejauh ini untuk data pembanding yang dimiliki oleh Laboratorium Forensik Keimigrasian masih menggunakan software edison dan kissing versi lama. Ini tentunya menyulitkan petugas ketika melakukan pemeriksaan yang butuh data pembanding terbaru.


Pesatnya perkembangan teknologi sekarang ini berujung pada meningkatnya pula teknik pemalsuan dokumen keimigrasian palsu. Apabila ini tidak diantisipasi, maka Laboratorium Forensik Keimigrasian akan tertinggal jauh dengan modus operansi pelaku yang semakin dinamis. Sebagai contoh, Laboratorium Forensik Keimigrasian saat ini hanya memiliki mikroskop dengan perbesaran 60 kali. Padahal sesuai dengan kebutuhaan, mikroskop yang dibutuhkan adalah dengan 200 kali perbesaran. Selain itu, peranti yang masih dirasa kurang adalah alat untuk mendeteksi Impostor. Sejatinya alat ini sangat diperlukan, karena tren impostor semakin meningkat tiap tahunnya.
Belum ada Standard Operational Procedure (SOP) Laboratorium Forensik Keimigrasian
Selama ini pola kerja pemeriksaan paspor palsu di Laboratorium Forensik Keimigrasian belum terpadu. Pelaksanaan tugas hanya berdasarkan sistem kerja kebiasaan tanpa diikat oleh suatu pedoman kerja tertentu. Misalnya, berapa hari maksimal pemeriksaan dilakukan, apa tahapan yang harus dilakukan setelah proses pemeriksaan, apa hubungan kerja Laboratorium Forensik Keimigrasian dengan seksi lainnya, serta bagaimana format laporan kegiatan yang harus disajikan. Persoalan semacam ini akan menimbulkan kerancuan. Kini, sudah waktunya untuk menyusun sebuah pedoman kerja guna menjelaskan proses, pola kerja, dan produk yang dihasilkan dari sebuah kegiatan Laboratorium Forensik Keimigrasian.
Minimnya Kepedulian
Minimnya kepedulian Petugas Imigrasi di lapangan untuk mengajukan permohonan pemeriksaan paspor palsu ke Laboratorium Forensik Keimigrasian, Direktorat Intelijen Keimigrasian menjadi realita yang harus dihadapi. Petugas masih menganggap urgensi pemeriksaan forensik hanya sebatas verifikasi ilmiah, sehingga apabila masih dapat diselesaikan di tempat maka tidak perlu diajukan permohonan ke Laboratorium Forensik Keimigrasian. Paradigma ini sudah seharusnya dihilangkan. Bagaimana pun juga, kehadiran Laboratorium Forensik Keimigrasian tidak dapat diragukan sebagai lembaga sah dan formal yang diberikan amanat oleh pemerintah untuk menguji kebenaran terhadap kasus pemalsuan paspor di Indonesia.

Penguatan yang Harus Dilakukan
Dalam rangka meningkatkan peranan laboratorium forensik keimigrasian yang tepat sasaran, maka penguatan yang perlu dilakukan dalam hal:
  1. Perlu adanya penguatan fungsi manajemen pada Laboratorium Forensik Keimigrasian dengan pengembangan ruangan yang representatif, penambahan jumlah petugas,dan peralatan laboratorium sesuai dengan perkembangan teknologi untuk meningkatkan kinerja laboratorium yang efektif;
  2. Perlu segera dibentuk Standard Operational Procedure (SOP) sebagai pedoman pelaksanaan tugas dan fungsi Laboratorium Forensik Keimigrasian;
  3. Perlu dikeluarkannya Surat Edaran Direktur Jenderal Imigrasi yang ditujukan kepada setiap Kepala UPT Imigrasi agar setiap kasus yang terindikasi adanya pemalsuan dokumen perjalanan dan/atau keimigrasian dapat dilakukan uji keabsahan di Laboratorium Forensik Keimigrasian;
  4. Perlu segera direalisasikan pengadaan alat-alat forensik di Tempat Pemeriksaan Imigrasi besar yang bertujuan meminimalisir potensi terjadinya penyalahgunaan dokumen perjalanan dan keimigrasian palsu di Indonesia;
  5. Perlu dilakukan integrasi alat-alat forensik yang terdapat di Tempat Pemeriksaan Imigrasi ke Laboratorium Forensik Keimigrasian untuk memudahkan pemeriksaan forensik yang didasarkan pada tingkat kesulitan pemalsuan;
  6. Perlu dilakukan pemutakhiran sumber data forensik (database), seperti fitur pengaman Paspor RI, Visa RI, Cap Tanda Masuk dan/atau Tanda Keluar, serta dokumen keimigrasian negara lain.
Semoga dengan adanya penguatan ini dapat meningkatkan kualitas Laboratorium Forensik Keimigrasian, sehingga dapat disejajarkan dengan Pusat Laboratorium Forensik Kepolisian RI yang saat ini menjadi sumber data forensik kriminal di Indonesia. Bahkan tidak menutup kemungkinan untuk ke depannya dapat bersaing dengan Los Angeles Police Department Crime Lab dan The Federal Bureau Investigation Crime Lab. Kita bisa. Jayalah Imigrasi Indonesia.

Tangerang,  Februari 2016
M. Alvi Syahrin